Selfish Is Fine
Tidak ada salahnya bila kita terkadang Menjadi Selfish atau lebih mementingkan diri sendiri.... Karena, tidaklah mungkin kita dapat menyenangkan hati semua fihak.... dan mengikuti apa maunya semua orang..
Di antara orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita, pasti ada saja orang-orang yang tidak suka dan bahkan berusaha menjatuhkan kita. Baik secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi dan terselubung. Itu sudah bisa, itulah kembang kehidupan... Ada Malaikat, ada juga Iblis...
Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa para tetangga itu hobinya memang bikin Gosip. Apapun akan menjadi bahan gosip yang Maknyuss untuk dinikmati bersama. Ada orang lagi susah, ya digosipin. Ada orang yang lagi menanjak karirnya, ya di gosipin.
So..
Sometimes, Being Selfish Is Fine.
"Selfish" adalah sebuah kata sifat yang bermuatan besar. Dalam kamus Webster, "Selfish" didefiniskan sebagai "memerhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau secara berlebih-lebihan, mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri, tanpa memerhatikan, atau dengan mengorbankan, kenyamanan dan keuntungan orang lain".
Tetapi, dalam kamus saya, "selfish" memiliki makna yang sama sekali berbeda. Dan demikian pula mestinya dalam kamus Anda. Demi kesuksesan personal dan profesional Anda, Anda perlu menyerap cara baru dalam memandang sifat mementingkan diri sendiri. Berpegang, dan diatur, oleh definisi orang lain tentang sikap mementingkan diri sendiri barangkali telah menciptakan sebuah penghalang yang perlu Anda runtuhkan. Karena kemajuan sesungguhnya lebih menyukai orang yang berani, dan orang yang berani dipandu oleh cahaya mereka sendiri.
Cahaya Diri Yang memancar dari "Auto Guidance System" yang ada di dalam Pikiran Bawah Sadar Kita.
Manusia berpikir dan bergerak sesungguhnya secara “Unconsciously”. Walaupun kita merasa sudah “berpikir” atau “bergerak” sesuai dengan yg kita pikirkan sebelumnya, tetapi ini hanyalah sekedar ekspresi dari “Automatic Guidance System” atau “Pilot Otomatis” yang terdapat di dalam diri kita. Sehingga penting bagi kita untuk membuat “Sang Pilot” ini memiliki koordinat yang tepat dan sesuai dengan keinginan kita. Koordinat ini ada di tingkat kesadaran kita yang terdalam di dalam Pikiran Bawah Sadar kita.
Ini berlaku bagi hal-hal kecil maupun besar. Dan Anda bisa menghapuskan frasa dalam "Webster" tentang "tanpa memerhatikan, atau dengan mengorbankan orang lain". Sikap mementingkan diri sendiri, dalam definisi yang sesuai dengan tujuan kita, pada akhirnya memungkinkan Anda untuk menjadi lebih murah hati dan mendukung orang lain daripada sebelumnya.
Sungguh, saya baru saja meruntuhkan paradigma-lama saya tentang "selfish" atau kadang dipadankan dengan egois, gara-gara membaca buku Thomas J. Leonard dan Byron Laursen, "The 28 Laws of Attraction". Dulu saya senantiasa menganggap egois itu buruk, asosial, dan serakah (mau menangnya sendiri). Ternyata, egois itu, menurut Leonard dan Laursen, kadang diperlukan seseorang untuk meraih sukses, Dan tentu saja, untuk Menjadi Sukses tentu tidak harus dengan menginjak atau mengorbankan orang lain khan..?
Apa mungkin kita peduli terhadap orang lain jika kepada diri sendiri saja kita kurang peduli? Apa mungkin kita dapat mengatur diri orang lain jika mengatur diri sendiri saja amburadul? Apa mungkin kita memotivasi orang lain jika memotivasi diri sendiri untuk berbuat sesuatu yang baik saja kita tidak loyo?
Bukankah semua itu bermula dari diri sendiri...
Ada sebuah Quotes yang sangat menginspirasi saya,"Yesterday I was Clever, So I Wanted to Change The World. Today I am Wise, I Want to Change My Self."
Quotes yang pertama kali dicetus oleh Rumi ini, sungguh memberikan refleksi bagi diri saya pribadi. Betapa sering kita ingin mengubah dunia, tetapi betapa jarang kita terfikirkan untuk merubah diri sendiri. Betapa sering kita mengkambing hitamkan dunia, dan betapa jarang kita mengevaluasi diri sendiri.
Kita terlalu sering melemparkan tanggung jawab atas nasib diri kita sendiri pada orang lain. Terlalu berharap pada orang lain untuk membantu dan mendukung kita. Padahal, semua perubahan tidak akan pernah dimulai, selama kita tidak mau memikul tanggung jawab perubahan diri kita di atas pundak kita sendiri.
Susah ataupun senang, menderita ataupun bahagia. Semua di tangan kita sendiri, dan kita sendiri yang akan merasakan serta menanggung akibatnya.
So...
"Know Yourself, Maximize Your Potency"
PRIA IDAMAN LAIN
T : Guru, istri saya minta cerai. .saya sangat mencintai istri saya.. Dia punya Pria Idaman Lain... Mohon doanya Guru...
J : Oh.. Begitu ya... berarti kamu sekarang sudah tidak lagi menjadi pria idamannya, betul..?
T : Betul guru...
J : kok bisa begitu..? apa saat kamu dulu menikah, dia memang tidak suka padamu..
T : Usaha saya bangkrut, Dulu dia yg ngejar saya...
J : Trus sekarang kamu usaha apa..?
T : Sekarang cuma bantu jualan di toko mertua..
J : kamu sekarang punya anak berapa..?
T : Anak baru satu, Lelaki... Kasian anak saya...
J : Kalau kamu kasihan anak kamu, maka jadilah sosok Bapak Idola para anak lelaki dan sosok lelaki idaman dari para wanita.
Pulihkan kembali harga dirimu. Keluarlah dari Toko mertuamu, dan rintislah usahamu sendiri.
Soal kehidupan anak kamu, tentu mertuamu dapat menghidupinya... Janganlah jadi benalu... Mandirilah...
Soal Cerai, kalau memang itu lebih baik, ya cerai saja.... Terkadang sendiri itu lebih baik, daripada bersama tetapi hanya menambah dosa dan penderitaan...
Dan nanti, bila harga dirimu telah pulih dan kembali bangkit, maka engkau kembali akan menjadi Pria Idaman Para Wanita.
Jadilah lelaki sejati Bro....
Doaku, menyertaimu......
MENGUBAH DUNIA DIMULAI DENGAN MENGUBAH DIRI
Jika sebuah perubahan menjadi kebutuhan, maka tentu langkah pertama untuk memulai perubahan adalah dengan mengubah diri sendiri terlebih dahulu. Baru selanjutnya, efek perubahan akan menular pada sekitarnya.
Setiap individu merupakan bagian dari komponen yang saling berpengaruh dalam ekosistem besar bernama dunia. Sehingga, tidak ada seorang pemain tunggal yang bertanggung jawab penuh terhadap seisi dunia. Bahkan seorang presiden yang memangku jabatan tertinggi di sebuah negara pun, tidak bisa berlaku sekehendaknya. Namun bukan berarti tidak ada yang dapat dilakukan. Justru sebaliknya, jika setiaporang mau memulai merubah diri sendiri terlebih dahulu, maka keharmonisan alam akan lebih mudah dicapai.
Salah satu caranya adalah, dengan memulai menerima diri sendiri.
Setiap individu pasti tidak lepas dari berbagai pengalaman, baik itu yang menyenangkan atau yang buruk. Setiap pengalaman tersebut membentuk diri mereka menjadi seperti yang sekarang. Adakalanya, pengalaman buruk membuat seseorang menjadi pasif, apatis, bertindak agresif terhadap orang lain, dan sukar merasakan kebahagiaan. Itu karena pengalaman buruk meninggalkan bekas luka dalam pada diri seseorang, dan berusaha untuk ditutupi atau dilupakan. Proses menutupi luka masa lalu inilah yang bisa berbalik membuat kita tidak bahagia.
Untuk mencapai keadaan seimbang dan bahagia, mulailah menerima diri sendiri apa adanya. Baik pengalaman buruk ataupun indah, semuanya adalah bagian dari diri yang perlu diterima secara utuh.
Tanpa penerimaan diri yang utuh seperti itu, kita tidak akan pernah bisa menjadi insan yang lengkap dan mampu berkontribusi positif terhadap lingkungan maupun dunia..
Untuk berkontribusi positif terhadap dunia, kita tidak perlu menunggu hingga semuanya sempurna. Setiap orang bisa memulai dengan langkah kecil, yang dilanjutkan secara terus menerus. Misalnya, mulai memperlakukan alam dengan lebih baik, tidak membuang sampah sembarangan, bersikap baik terhadap orang lain, dan menghindari perilaku korup.
Jika kita sudah merubah diri menjadi insan yang lebih peduli, dengan sendirinya masalah di dunia akan berkurang, sekalipun pencapaiannya satu demi satu. Tidak perlu terburu-buru saat memutuskan berubah. Nikmati dan hayati prosesnya, dan jangan lupa untuk selalu menyambungkan diri kita dengan alam dan Sang Pencipta....
Di antara orang-orang yang sering berinteraksi dengan kita, pasti ada saja orang-orang yang tidak suka dan bahkan berusaha menjatuhkan kita. Baik secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi dan terselubung. Itu sudah bisa, itulah kembang kehidupan... Ada Malaikat, ada juga Iblis...
Dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa para tetangga itu hobinya memang bikin Gosip. Apapun akan menjadi bahan gosip yang Maknyuss untuk dinikmati bersama. Ada orang lagi susah, ya digosipin. Ada orang yang lagi menanjak karirnya, ya di gosipin.
So..
Sometimes, Being Selfish Is Fine.
"Selfish" adalah sebuah kata sifat yang bermuatan besar. Dalam kamus Webster, "Selfish" didefiniskan sebagai "memerhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau secara berlebih-lebihan, mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri, tanpa memerhatikan, atau dengan mengorbankan, kenyamanan dan keuntungan orang lain".
Tetapi, dalam kamus saya, "selfish" memiliki makna yang sama sekali berbeda. Dan demikian pula mestinya dalam kamus Anda. Demi kesuksesan personal dan profesional Anda, Anda perlu menyerap cara baru dalam memandang sifat mementingkan diri sendiri. Berpegang, dan diatur, oleh definisi orang lain tentang sikap mementingkan diri sendiri barangkali telah menciptakan sebuah penghalang yang perlu Anda runtuhkan. Karena kemajuan sesungguhnya lebih menyukai orang yang berani, dan orang yang berani dipandu oleh cahaya mereka sendiri.
Cahaya Diri Yang memancar dari "Auto Guidance System" yang ada di dalam Pikiran Bawah Sadar Kita.
Manusia berpikir dan bergerak sesungguhnya secara “Unconsciously”. Walaupun kita merasa sudah “berpikir” atau “bergerak” sesuai dengan yg kita pikirkan sebelumnya, tetapi ini hanyalah sekedar ekspresi dari “Automatic Guidance System” atau “Pilot Otomatis” yang terdapat di dalam diri kita. Sehingga penting bagi kita untuk membuat “Sang Pilot” ini memiliki koordinat yang tepat dan sesuai dengan keinginan kita. Koordinat ini ada di tingkat kesadaran kita yang terdalam di dalam Pikiran Bawah Sadar kita.
Ini berlaku bagi hal-hal kecil maupun besar. Dan Anda bisa menghapuskan frasa dalam "Webster" tentang "tanpa memerhatikan, atau dengan mengorbankan orang lain". Sikap mementingkan diri sendiri, dalam definisi yang sesuai dengan tujuan kita, pada akhirnya memungkinkan Anda untuk menjadi lebih murah hati dan mendukung orang lain daripada sebelumnya.
Sungguh, saya baru saja meruntuhkan paradigma-lama saya tentang "selfish" atau kadang dipadankan dengan egois, gara-gara membaca buku Thomas J. Leonard dan Byron Laursen, "The 28 Laws of Attraction". Dulu saya senantiasa menganggap egois itu buruk, asosial, dan serakah (mau menangnya sendiri). Ternyata, egois itu, menurut Leonard dan Laursen, kadang diperlukan seseorang untuk meraih sukses, Dan tentu saja, untuk Menjadi Sukses tentu tidak harus dengan menginjak atau mengorbankan orang lain khan..?
Apa mungkin kita peduli terhadap orang lain jika kepada diri sendiri saja kita kurang peduli? Apa mungkin kita dapat mengatur diri orang lain jika mengatur diri sendiri saja amburadul? Apa mungkin kita memotivasi orang lain jika memotivasi diri sendiri untuk berbuat sesuatu yang baik saja kita tidak loyo?
Bukankah semua itu bermula dari diri sendiri...
Ada sebuah Quotes yang sangat menginspirasi saya,"Yesterday I was Clever, So I Wanted to Change The World. Today I am Wise, I Want to Change My Self."
Quotes yang pertama kali dicetus oleh Rumi ini, sungguh memberikan refleksi bagi diri saya pribadi. Betapa sering kita ingin mengubah dunia, tetapi betapa jarang kita terfikirkan untuk merubah diri sendiri. Betapa sering kita mengkambing hitamkan dunia, dan betapa jarang kita mengevaluasi diri sendiri.
Kita terlalu sering melemparkan tanggung jawab atas nasib diri kita sendiri pada orang lain. Terlalu berharap pada orang lain untuk membantu dan mendukung kita. Padahal, semua perubahan tidak akan pernah dimulai, selama kita tidak mau memikul tanggung jawab perubahan diri kita di atas pundak kita sendiri.
Susah ataupun senang, menderita ataupun bahagia. Semua di tangan kita sendiri, dan kita sendiri yang akan merasakan serta menanggung akibatnya.
So...
"Know Yourself, Maximize Your Potency"
PRIA IDAMAN LAIN
T : Guru, istri saya minta cerai. .saya sangat mencintai istri saya.. Dia punya Pria Idaman Lain... Mohon doanya Guru...
J : Oh.. Begitu ya... berarti kamu sekarang sudah tidak lagi menjadi pria idamannya, betul..?
T : Betul guru...
J : kok bisa begitu..? apa saat kamu dulu menikah, dia memang tidak suka padamu..
T : Usaha saya bangkrut, Dulu dia yg ngejar saya...
J : Trus sekarang kamu usaha apa..?
T : Sekarang cuma bantu jualan di toko mertua..
J : kamu sekarang punya anak berapa..?
T : Anak baru satu, Lelaki... Kasian anak saya...
J : Kalau kamu kasihan anak kamu, maka jadilah sosok Bapak Idola para anak lelaki dan sosok lelaki idaman dari para wanita.
Pulihkan kembali harga dirimu. Keluarlah dari Toko mertuamu, dan rintislah usahamu sendiri.
Soal kehidupan anak kamu, tentu mertuamu dapat menghidupinya... Janganlah jadi benalu... Mandirilah...
Soal Cerai, kalau memang itu lebih baik, ya cerai saja.... Terkadang sendiri itu lebih baik, daripada bersama tetapi hanya menambah dosa dan penderitaan...
Dan nanti, bila harga dirimu telah pulih dan kembali bangkit, maka engkau kembali akan menjadi Pria Idaman Para Wanita.
Jadilah lelaki sejati Bro....
Doaku, menyertaimu......
MENGUBAH DUNIA DIMULAI DENGAN MENGUBAH DIRI
Jika sebuah perubahan menjadi kebutuhan, maka tentu langkah pertama untuk memulai perubahan adalah dengan mengubah diri sendiri terlebih dahulu. Baru selanjutnya, efek perubahan akan menular pada sekitarnya.
Setiap individu merupakan bagian dari komponen yang saling berpengaruh dalam ekosistem besar bernama dunia. Sehingga, tidak ada seorang pemain tunggal yang bertanggung jawab penuh terhadap seisi dunia. Bahkan seorang presiden yang memangku jabatan tertinggi di sebuah negara pun, tidak bisa berlaku sekehendaknya. Namun bukan berarti tidak ada yang dapat dilakukan. Justru sebaliknya, jika setiaporang mau memulai merubah diri sendiri terlebih dahulu, maka keharmonisan alam akan lebih mudah dicapai.
Salah satu caranya adalah, dengan memulai menerima diri sendiri.
Setiap individu pasti tidak lepas dari berbagai pengalaman, baik itu yang menyenangkan atau yang buruk. Setiap pengalaman tersebut membentuk diri mereka menjadi seperti yang sekarang. Adakalanya, pengalaman buruk membuat seseorang menjadi pasif, apatis, bertindak agresif terhadap orang lain, dan sukar merasakan kebahagiaan. Itu karena pengalaman buruk meninggalkan bekas luka dalam pada diri seseorang, dan berusaha untuk ditutupi atau dilupakan. Proses menutupi luka masa lalu inilah yang bisa berbalik membuat kita tidak bahagia.
Untuk mencapai keadaan seimbang dan bahagia, mulailah menerima diri sendiri apa adanya. Baik pengalaman buruk ataupun indah, semuanya adalah bagian dari diri yang perlu diterima secara utuh.
Tanpa penerimaan diri yang utuh seperti itu, kita tidak akan pernah bisa menjadi insan yang lengkap dan mampu berkontribusi positif terhadap lingkungan maupun dunia..
Untuk berkontribusi positif terhadap dunia, kita tidak perlu menunggu hingga semuanya sempurna. Setiap orang bisa memulai dengan langkah kecil, yang dilanjutkan secara terus menerus. Misalnya, mulai memperlakukan alam dengan lebih baik, tidak membuang sampah sembarangan, bersikap baik terhadap orang lain, dan menghindari perilaku korup.
Jika kita sudah merubah diri menjadi insan yang lebih peduli, dengan sendirinya masalah di dunia akan berkurang, sekalipun pencapaiannya satu demi satu. Tidak perlu terburu-buru saat memutuskan berubah. Nikmati dan hayati prosesnya, dan jangan lupa untuk selalu menyambungkan diri kita dengan alam dan Sang Pencipta....
Selfish Is Fine
Reviewed by Edi Sugianto
on
02.49
Rating:
Tidak ada komentar: