MENUJU KEDEWASAAN SPIRITUAL
Menuju Kematangan Jiwa seorang Ulil Albab
Assalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Sahabat, Seperti dulu ketika kita masih kecil. Kita tidak mengerti kenapa dilarang-larang main pisau atau gunting, padahal kita suka sekali main itu. Seperti tidak sukanya kita diajak mandi di pagi yang dingin, padahal kita ingin bermain. Seperti tangis dan jeritan yang selalu kita lontarkan saat akan disuntik imunisasi, padahal itu untuk immune kita.Tapi kita tidak mengerti saat itu. Yang kita rasakan pokoknya tidak suka, ogah diperlakukan begitu, menangis, menjerit, atau memberontak. Ingin lari saja dari ayah atau ibu ketika dibegitukan. Atau lantang berteriak penuh kesal: “Bapak nakal! Aku gak suka Ibuk!”
Tapi ketika sudah besar, mengertilah kita kenapa dulu diperlakukan begitu. Nalar dewasa kita yang mengantarkan kita kepada sebuah pemahaman, bahwa yang ayah ibu lakukan itu benar, untuk kebaikan kita, hanya saja saat itu kita tidak mengerti. Barulah ketika dewasa, kita paham, maklum, dan bahkan akan melakukan hal yang sama pada anak-anak kita nanti. Kepahaman itu dihantarkan oleh masa kedewasaan kita.
Begitu pun dengan kedewasaan spiritual, menyikapi peristiwa-peristiwa yang oleh-Nya telah di-setting untuk kita. Saat kita tidak paham tentang peristiwa yang harus kita alami, kita merasakan takdir Allah itu tidak adil, kita merasa tidak terima dengan alur hidup kita, mungkin itulah yang kita rasakan dan lakukan sebelum mencapai tahap periode perkembangan “Kedewasaan Spiritual” di dalam diri kita.
Namun sahabat, serangkaian ujian kehidupan baik yang berupa kenikmatan hidup ataupun yang berupa musibah. Itu semua adalah sebuah cara Allah swt dalam mendidik jiwa kita dalam meningkatkan kedewasaan spiritual kita, yang bila kita terima dengan hati yang Nerima, Tabah, Sabar, serta Syukur, akan menghantarkan kita pada kepahaman mengapa Allah menuliskan cerita kehidupan ini untuk kita.
Mungkin butuh mencari dan sabar menunggu masa kedewasaan itu kita miliki. Hingga kita bisa bersikap dewasa juga atas segala keputusan-Nya. Ada banyak hal yang kita tidak tahu, tetap sabar dalam berjalan di atas jalaNya, senantiasa syukuri apapun anugerah yang kita terima, baik yang berupa kenikmatan maupun musibah. Selalu cari sisi Positif dari segala situsasi dan kondisi yang kita alami. Maka, secara perlahan "Kedewasaan Spiritual" kita akan tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam jiwa kita.
Di saat periode Kedewasaan Spiritual telah mulai kita masuki, maka kita akan dapat mengambil hikmah positif dari segala peristiwa, serta dapat mengambil pelajaran dari setiap ujian kehidupan yang kita hadapi. Sehingga terucaplah ucapan yang tulus dan jujur dari lisan dan hati kita, dalam mensikapi segala situasi dan kondisi yang kita alami. "Ya Allah, sungguh tiada yang Engkau ciptakan ini adalah sia-sia...."
Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.“( QS Ali Imran : 190-191)
Hidup ini pasti diberi ujian. Sebagai bukti dan tanda keimanan kita. Terkadang ujian itu berbentuk nikmat dan terkadang ujian itu berbentuk kesusahan.
"Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik baik dan (bencana) yang buruk buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)." (Al A'raf 7:168)
Kebiasaannya manusia apabila diuji dengan kemewahan maka senang bagi dia untuk melupakan Allah swt.
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Al Isra 17: 16)
Dan apabila dia ditimpa kesusahan, kebiasaannya dia akan mengharapkan pertolongan Allah dengan memurnikan semua ketaatan kepadaNya.
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus 10:12)
Begitulah manusia yang melampaui batas, apabila bantuan Allah tiba, mereka kembali kepada kesesatannya seolah olah mereka tidak pernah berdoa kepada Allah. Tetapi, tahukah kita, di antara keduanya, terdapat satu lagi golongan yang lebih melampaui batas dari keduanya.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." (Al An'am 6:42-45)
Untuk Apa Ujian Itu?
Untuk apakah ujian itu Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya?
Ujian adalah sunnatullah dari Allah untuk memisahkan orang-orang munafik dari barisan orang-orang beriman, memisahkan antara loyang dengan emas...
Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Athabrani)
Ujian adalah tarbiyah dari Allah untuk meningkatkan derajat hamba-Nya, sebagai wujud kasih sayang-Nya.
"Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu." (HR. Athabrani).
Ujian adalah sunntullah untuk orang-orang yang berada di jalan Al Haq. Jika kita tidak merasakan adanya ujian yang berat, maka patut dipertanyakan apakah jalan yang kita lalui adalah jalan yang benar. Saad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya??" Nabi saw menjawab, "Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seroang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Al Bukhari)
Dalam menghadapi ujian, seorang mu?min harus selalu berprasangka baik kepada Tuhannya.
"Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah." (HR. Attirmidzi).
Allah SWT menghibur orang-orang beriman dalam menghadapi ujian dengan firman-Nya,
"Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman."(QS. 3 : 139).
Ujian hidup tidak selamanya berbentuk penderitaan dan kesedihan hati, tetapi bisa juga dalam bentuk kenikmatan dan kesenangan. Bila ujian itu dalam bentuk kesenangan, apakah sang hamba dapat bersyukur? Bila dalam penderitaan, apakah sang hamba bersabar? Syukur dan sabar adalah keistimewaan orang-orang yang beriman, yang dikagumi oleh sang nabi.
Surga memiliki kriteria (muwashofat) untuk orang-orang yang akan memasukinya. Nilai A, B, C, D, atau E, adalah hak prerogatif Allah SWT. Tugas manusia adalah berdoa, berikhtiar dan bersabar. Dan tentu saja, untuk mengetahui apakah kita benar-benar lulus atau tidak, jawabannya ada di hari akhir nanti.
Wallahu A'lam...
Assalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Sahabat, Seperti dulu ketika kita masih kecil. Kita tidak mengerti kenapa dilarang-larang main pisau atau gunting, padahal kita suka sekali main itu. Seperti tidak sukanya kita diajak mandi di pagi yang dingin, padahal kita ingin bermain. Seperti tangis dan jeritan yang selalu kita lontarkan saat akan disuntik imunisasi, padahal itu untuk immune kita.Tapi kita tidak mengerti saat itu. Yang kita rasakan pokoknya tidak suka, ogah diperlakukan begitu, menangis, menjerit, atau memberontak. Ingin lari saja dari ayah atau ibu ketika dibegitukan. Atau lantang berteriak penuh kesal: “Bapak nakal! Aku gak suka Ibuk!”
Tapi ketika sudah besar, mengertilah kita kenapa dulu diperlakukan begitu. Nalar dewasa kita yang mengantarkan kita kepada sebuah pemahaman, bahwa yang ayah ibu lakukan itu benar, untuk kebaikan kita, hanya saja saat itu kita tidak mengerti. Barulah ketika dewasa, kita paham, maklum, dan bahkan akan melakukan hal yang sama pada anak-anak kita nanti. Kepahaman itu dihantarkan oleh masa kedewasaan kita.
Begitu pun dengan kedewasaan spiritual, menyikapi peristiwa-peristiwa yang oleh-Nya telah di-setting untuk kita. Saat kita tidak paham tentang peristiwa yang harus kita alami, kita merasakan takdir Allah itu tidak adil, kita merasa tidak terima dengan alur hidup kita, mungkin itulah yang kita rasakan dan lakukan sebelum mencapai tahap periode perkembangan “Kedewasaan Spiritual” di dalam diri kita.
Namun sahabat, serangkaian ujian kehidupan baik yang berupa kenikmatan hidup ataupun yang berupa musibah. Itu semua adalah sebuah cara Allah swt dalam mendidik jiwa kita dalam meningkatkan kedewasaan spiritual kita, yang bila kita terima dengan hati yang Nerima, Tabah, Sabar, serta Syukur, akan menghantarkan kita pada kepahaman mengapa Allah menuliskan cerita kehidupan ini untuk kita.
Mungkin butuh mencari dan sabar menunggu masa kedewasaan itu kita miliki. Hingga kita bisa bersikap dewasa juga atas segala keputusan-Nya. Ada banyak hal yang kita tidak tahu, tetap sabar dalam berjalan di atas jalaNya, senantiasa syukuri apapun anugerah yang kita terima, baik yang berupa kenikmatan maupun musibah. Selalu cari sisi Positif dari segala situsasi dan kondisi yang kita alami. Maka, secara perlahan "Kedewasaan Spiritual" kita akan tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam jiwa kita.
Di saat periode Kedewasaan Spiritual telah mulai kita masuki, maka kita akan dapat mengambil hikmah positif dari segala peristiwa, serta dapat mengambil pelajaran dari setiap ujian kehidupan yang kita hadapi. Sehingga terucaplah ucapan yang tulus dan jujur dari lisan dan hati kita, dalam mensikapi segala situasi dan kondisi yang kita alami. "Ya Allah, sungguh tiada yang Engkau ciptakan ini adalah sia-sia...."
Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.“( QS Ali Imran : 190-191)
Hidup ini pasti diberi ujian. Sebagai bukti dan tanda keimanan kita. Terkadang ujian itu berbentuk nikmat dan terkadang ujian itu berbentuk kesusahan.
"Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik baik dan (bencana) yang buruk buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)." (Al A'raf 7:168)
Kebiasaannya manusia apabila diuji dengan kemewahan maka senang bagi dia untuk melupakan Allah swt.
"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Al Isra 17: 16)
Dan apabila dia ditimpa kesusahan, kebiasaannya dia akan mengharapkan pertolongan Allah dengan memurnikan semua ketaatan kepadaNya.
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (Yunus 10:12)
Begitulah manusia yang melampaui batas, apabila bantuan Allah tiba, mereka kembali kepada kesesatannya seolah olah mereka tidak pernah berdoa kepada Allah. Tetapi, tahukah kita, di antara keduanya, terdapat satu lagi golongan yang lebih melampaui batas dari keduanya.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." (Al An'am 6:42-45)
Untuk Apa Ujian Itu?
Untuk apakah ujian itu Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya?
Ujian adalah sunnatullah dari Allah untuk memisahkan orang-orang munafik dari barisan orang-orang beriman, memisahkan antara loyang dengan emas...
Allah menguji hamba-Nya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Athabrani)
Ujian adalah tarbiyah dari Allah untuk meningkatkan derajat hamba-Nya, sebagai wujud kasih sayang-Nya.
"Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak dapat mencapainya dengan amal-amal kebaikannya maka Allah menguji dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu." (HR. Athabrani).
Ujian adalah sunntullah untuk orang-orang yang berada di jalan Al Haq. Jika kita tidak merasakan adanya ujian yang berat, maka patut dipertanyakan apakah jalan yang kita lalui adalah jalan yang benar. Saad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya??" Nabi saw menjawab, "Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seroang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Al Bukhari)
Dalam menghadapi ujian, seorang mu?min harus selalu berprasangka baik kepada Tuhannya.
"Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah." (HR. Attirmidzi).
Allah SWT menghibur orang-orang beriman dalam menghadapi ujian dengan firman-Nya,
"Dan janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman."(QS. 3 : 139).
Ujian hidup tidak selamanya berbentuk penderitaan dan kesedihan hati, tetapi bisa juga dalam bentuk kenikmatan dan kesenangan. Bila ujian itu dalam bentuk kesenangan, apakah sang hamba dapat bersyukur? Bila dalam penderitaan, apakah sang hamba bersabar? Syukur dan sabar adalah keistimewaan orang-orang yang beriman, yang dikagumi oleh sang nabi.
Surga memiliki kriteria (muwashofat) untuk orang-orang yang akan memasukinya. Nilai A, B, C, D, atau E, adalah hak prerogatif Allah SWT. Tugas manusia adalah berdoa, berikhtiar dan bersabar. Dan tentu saja, untuk mengetahui apakah kita benar-benar lulus atau tidak, jawabannya ada di hari akhir nanti.
Wallahu A'lam...
MENUJU KEDEWASAAN SPIRITUAL
Reviewed by Edi Sugianto
on
14.49
Rating:
Tidak ada komentar: