Mengubah Masalah Jadi Berkah
Assalamu 'alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Sahabat, Hakikat dunia ini adalah masalah. Dengan banyaknya masalah maka terciptalah berbagai lapangan kerja dan profesi. Right..??
Nah, hakikat masalah yang membebani kehidupan kita adalah sebuah pesan yang datang dari Allah swt, sebuah pesan dari alam bawah sadar kita. Sebuah pesan yang berbunyi,"Perbaiki diri, evaluasi diri, Tingkatkan ketakwaan, & mendekatlah pada-Ku, jalan menuju kemuliaan dirimu sudah Aku berikan lewat ujian masalah ini."
Sahabat, dalam kehidupan ini kita sering mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Oleh karena itu daripada memendam sakit hati kepada kehidupan, adalah lebih baik bila kita belajar untuk menyukai apapun yang kita dapatkan. Dengan menerapkan sikap ini kita sudah merubah posisi diri kita, yaitu bila kita suka berkeluh kesah ataupun marah-marah atas segala masalah kehidupan kita. Maka saat itu posisi diri kita adalah sebagai KORBAN. Sebagai object yang tidak berdaya mengahadapi kondisi dan situasi yang tidak menyenangkan.
Nah, alih-alih berkeluh kesah. Bukankah lebih baik Kita terima saja dengan ikhlas segala keadaan itu, toh... itu adalah situasi yang dimana kita sudah dalam posisi tidak bisa untuk menghindarinya. Mau tidak mau situasi itu harus kita lalui... Nah, dengan merubah sikap kita tersebut. Posisi kita berubah dari sekedar KORBAN, kita sekarang menjadi PELAKU atau Subject. Sebagai pelaku, maka kitapun punya kemampuan untuk merubah Masalah menjadi Berkah.
Pandangan kita akan berubah, tidak lagi memandang masalah sebagai sebuah beban. Namun memandang masalah sebagai sebuah kesempatan untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki keadaan, dan menghapus kesalahan di masa lalu. Sehingga dengan begitu kita malah bisa mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, atas masalah yang diberikan kepada kita. Yang dengan masalah itu bisa menjadi sebuah batu pijakan untuk kita meraih kesuksesan di masa mendatang. Inilah, ciri-ciri karakter orang-orang Sukses yang harus juga kita miliki.
Contohnya, Limbah kotoran sapi yang dulunya mengganggu pemandangan dan menjadi pusat pencemaran lingkungan dan polusi udara di desa saya. Saat ini bisa disulap menjadi Pupuk Organik yang berkwalitas tinggi. Menjadi lahan kerja yang bisa menghidupi ratusan keluarga. Baca selengkapnya di sini... Dan masih banyak contoh-contoh seperti itu di lingkungan kita.
Life is Never Flat
Kehidupan di dunia tidak pernah datar dan lurus-lurus saja. Life is never flat and life is never straight. Pengusaha sukses tidak akan selamanya sukses suatu saat ia harus besiap menghadapi kerugian. Pelajar yang pintar nan cerdas tidak akan selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata, suatu saat ia harus siap dengan nilai yang tidak memuaskan. Orang yang badannya selalu sehat, harus siap jika suatu hari tubuhnya dilanda kesakitan. Di suatu waktu, kebahagiaan tiba memenuhi ruang di dalam hati, tapi di lain waktu seseorang harus siap ketika kesedihan kunjung.
Ini adalah wujud bahwa semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah swt. secara berpasangan dan semuanya tidak pernah diam dalam suatu keadaan. Terus berputar, silih berganti.
Dua Macam Ujian
Kita sering merasa bahagia jika yang terjadi pada diri kita adalah sesuatu yang kita harapkan, sesuatu yang kita inginkan dan kita cita-citakan. Kaya raya, bisnis sukses, memiliki tubuh yang selalu sehat, memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Itu adalah beberapa contoh harapan dan keinginan hidup.
Sebaliknya, kita merasa sengsara, sedih, dan berduka ketika mendapatkan segala hal yang tidak kita inginkan. Misalnya, sakit. Siapa yang mau sakit? Tidak akan ada kan, karena semua orang hanya menginginkan sehat. Misalnya juga bangkrut. Siapa pengusaha yang ingin usahanya gulung tikar? Oh... tidak bisa! Begitu kata Sule, he...he...he... Atau tidak lulus Ujian Nasional (UN) yang momok menakutkan bagi para pelajar kelas IX dan XII. Saya kira tidak ada pelajar yang ingin gagal UN, semuanya pasti hanya menginginkan satu kata saja tidak yang lain yaitu L-U-L-U-S alias lulus.
Islam memandang bahwa bagaimana pun kondisi yang sedang terjadi, semua adalah ujian kehidupan. Mau kesenangan atau kesengsaraan, mau kebahagiaan ataupun kesedihan, dua hal ini adalah ujian. Dan, memperkuat realitas tersebut, Ibnu Abbas mengungkapkan bahwa sesungguhnya dunia adalah ruang ujian. Innaddun-yā dārul balā. Demikian tegasnya.
Namun, kebanyakan manusia baru merasa sedang diuji oleh Allah ketika mendapatkan sesuatu yang tidak diharapkan kedatangannya. Jika ini terjadi pada diri seseorang, Umar bin Khathab lebih dahsyat menegaskan bahwa orang tersebut adalah makhdū’un ‘an ‘aqlihi, tertipu oleh akalnya sendiri. Pertanyaan saya adalah, mungkinkah ada orang yang tertipu oleh akalnya sendiri? Jika ada, orang tersebut adalah orang yang sangat bodoh. Dan label ini diberikan Umar putra Khathab kepada orang yang tidak merasa sedang diuji oleh Allah dengan segala bentuk kesenangan hidup.
Menyikapi Ujian Hidup
Berdasarkan pemaparan di muka, ujian hidup dibagi menjadi dua, yaitu ujian berupa kesenangan dan ujian berupa kesengsaraan. Ujian kesenangan diistilahkan dengan al-minhatu dan ujian kesengsaraan dilambangkan dengan al-mihnatu.
Lalu, bagaimanakah kiat-kiat dalam menghadapi kedua ujian tersebut?
Untuk ujian kesenangan, sudah pasti bahwa sikap terbaik kita adalah bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan. Syukur yang ditanamkan di dalam hati kemudian tumbuh menjadi amal-amal baik amaliyah lisan maupun amaliyah badan, akan menjadi penambah karunia dan nikmat. Allah swt. berfirman, ”Dan (ingatlah juga), ketika Rabb kalian memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim [14]: 7).
Yang akan saya kaji secara fokus pada ruang ini adalah bagaimana kita menghadapi al-mihnatu atau ujian kesengsaraan (menurut penilaian manusia)?
1. Yakini bahwa yang terjadi adalah takdir Allah swt.
Jurus pertama dalam menghadapi ujian hidup adalah tanamkan keyakinan bahwa apa yang sedang terjadi merupakan takdir Allah dan takdir Allah tidak akan salah sasaran serta tidak akan ada yang mampu menahannya. Yakini juga bahwa ketika Allah menghendaki sesuatu terjadi kepada kita, itulah yang terbaik untuk kita karena Allah Mahaadil dan tidak pernah menzalimi hamba-hamba-Nya. Sekali lagi, Allah tidak akan pernah menzalimi hamba-hamba-Nya. Musibah yang terjadi pada hakekatnya adalah kebaikan yang sedang Allah berikan.
Beriman terhadap takdir Allah akan membuat hati kita berada dalam hidayah Allah. Justru pikiran akan menjadi “gelap” saat hati kita merasa sangat sengsara dengan ujian yang diterima. Insya Allah, orang yang mengimani bahwa musibah itu bagian dari jalan hidup yang Allah gariskan, ia akan merasa tenang dan ketenangan akan mempercepat pemecahan masalah, insya Allah.
2. Beban ujian setara dengan kekuatan diri
Bobot ujian yang menimpa sebanding dengan kekuatan diri dalam menghadapinya. Jika pundak kita mampu memikul beban sampai 100 kg, misalnya, maka beban ujian yang Allah berikan tidak akan melebihi 100 kg. Demikian ilustrasinya.
Nah, karena fitrah ujian adalah setara dengan kekuatan diri, jurus jitu selanjutnya adalah yakini bahwa kita mampu menghadapinya. Tetapi, banyak diantara kita yang merasa begitu sengsaranya sampai berkeluh kesah dengan ujian yang dihadapinya. Ini adalah akibat yang muncul karena kurangnya keyakinan terhadap fitrah ujian tersebut sebagaimana difirmankan dalam al-Quran:
Yakinlah bahwa kita bisa menghadapi ujian yang ditimpakan, insya Allah...
3. Lapangkan hati
Jika sesendok garam dilarutkan ke dalam segelas air, bagaimana rasanya? Pasti asin, bukan? Lalu, jika sesendok garam dilarutkan ke dalam air sekolam, bagaimana rasanya? Pasti tetap tawar.
Demikianlah gambaran ujian yang Allah berikan. Jika hati kita sempit, ujian sekecil apapun akan terasa berat. Sebaliknya, jika hati kita lapang, ujian seberat apapun insya Allah akan terasa ringan.
Trik agar hati kita lapang adalah berdzikir kepada Allah setiap saat termasuk ketika mendapat ujian. Dzikir kepada Allah akan menenangkan hati kita dan hati yang tenang adalah hati yang lapang yang akan memperingan bobot ujian hidup.
4. Buatlah perbandingan bobot ujian dengan yang lebih berat
Selanjutnya, buatlah perbandingan bobot ujian dengan yang lebih berat. Misalnya, uijan berupa rasa sakit. Padahal sudah diperiksakan ke dokter tapi masih belum menemui kesembuhan sehingga terkadang ada yang menyesali keadaan atau bahkan mempertanyakan keadilan Allah, na’udzubillāhi min dzālik (kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut).
Dalam keadaan seperti itu, coba bandingkan bobot ujian yang kita rasakan dengan sahabat kita yang saat itu juga sedang mengalami rasa sakit. Sementara saat sakit kita masih bisa buang air sendiri tanpa harus dipapah berjalan ke jamban atau dibantu prosesnya, sahabat kita harus diapapah dan dibantu proses buang airnya. Sahabat kita pun masih untung bisa ke jamban buang airnya meskipun harus dipapah dan dibantu, yang lain harus buang air di tempat berbaringnya menggunakan selang. Terus demikian, lakukan perbandingan dengan yang bobot ujiannya lebih berat. Insya Allah ini akan membuat kita bersyukur dalam lautan musibah.
5. Jemputlah solusi, jangan menunggunya!
Hukum kausalitas mengatakan bahwa tidak ada asap kalau tidak ada api. Ada akibat karena ada sebab dan keduanya selalu selaras dalam muatannya. Jika ingin mendapat akibat yang baik, maka ciptakanlah sebab yang baik. Itu kata kuncinya.
Dalam cobaan pun berlaku hukum kausalitas. Jemputlah solusi, jangan menunggunya! Berikhtiarlah mencari jalan keluar karena yakinlah bahwa Allah memberikan masalah satu paket dengan jalan keluarnya. Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Likulli dā`in dawā`un, untuk setiap penyakit ada obatnya. Demikian sabda Rasulullah saw. sebagai representasi dari seluruh permasalahan hidup.
Jika saat ini Anda sedang sakit, berobatlah secara total dan sekemampuan diri. Berobat adalah bagian dari pencarian jalan keluar agar segera sembuh. Begitu pula untuk seluruh masalah hidup, berikhtiarlah menjemput solusi.
6. Jangan lupa berdoa kepada Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda:
Banyak-banyak lah berdoa kepada Allah ketika cobaan dirasa berat. Insya Allah doa adalah satu kiat yang akan membuat hati tenang dan tersemangati. Selain berdoa sendiri, minta pula lah doa kepada orang lain termasuk kepada orang saleh yang masih hidup. Sehingga banyak “senjata” yang dilancarkan kepada Allah sebagai upaya untuk mendapatkan solusi.
7. Tawakalkan sepenuhnya kepada Allah
Ketika sudah mengupayakan segala daya, serahankanlah urusannya kepada Allah. Jika segala urusan diserahkan kepada Allah, insya Allah jaminan solusi sudah di tangan. Logikanya adalah, Allah Mahatahu tentang diri kita, tentang apa yang kita rasakan, tentang apa yang kita inginkan dan tentang apa yang sedang diupayakan, maka Allah akan memenuhi hajat kita jika kita menyerahkan urusan kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَبَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْئٍ قَدْرًا
Wa man yattaqil-lā`ha yaj’al lahū makhrojan. Wa yarzuqhu min haitsu lā yahtasibu, wa man yatawakkal ‘alallōhi fahuwa hasbuhu innallōha bāligu amrihi qod ja’alallōhu likulli syai`in qodron
“… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sesungguhnya Allah telah membuat ketentuan bagi segala sesuatu”. (Q.S. ath-Thalaq [65]: 2-3).
Ingat sekali lagi bahwa hidup itu tidak pernah datar dan hidup juga tidak lurus terus melainkan berkelok. Semoga kita termasuk golongan orang yang ketika ditimpa ujian baik al-minhatu maupun al-mihnatu, kita bisa melaluinya dengan sukses yang pada akhirnya kita naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Salam perjuangan...!!!
Sahabat, Hakikat dunia ini adalah masalah. Dengan banyaknya masalah maka terciptalah berbagai lapangan kerja dan profesi. Right..??
Nah, hakikat masalah yang membebani kehidupan kita adalah sebuah pesan yang datang dari Allah swt, sebuah pesan dari alam bawah sadar kita. Sebuah pesan yang berbunyi,"Perbaiki diri, evaluasi diri, Tingkatkan ketakwaan, & mendekatlah pada-Ku, jalan menuju kemuliaan dirimu sudah Aku berikan lewat ujian masalah ini."
Sahabat, dalam kehidupan ini kita sering mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Oleh karena itu daripada memendam sakit hati kepada kehidupan, adalah lebih baik bila kita belajar untuk menyukai apapun yang kita dapatkan. Dengan menerapkan sikap ini kita sudah merubah posisi diri kita, yaitu bila kita suka berkeluh kesah ataupun marah-marah atas segala masalah kehidupan kita. Maka saat itu posisi diri kita adalah sebagai KORBAN. Sebagai object yang tidak berdaya mengahadapi kondisi dan situasi yang tidak menyenangkan.
Nah, alih-alih berkeluh kesah. Bukankah lebih baik Kita terima saja dengan ikhlas segala keadaan itu, toh... itu adalah situasi yang dimana kita sudah dalam posisi tidak bisa untuk menghindarinya. Mau tidak mau situasi itu harus kita lalui... Nah, dengan merubah sikap kita tersebut. Posisi kita berubah dari sekedar KORBAN, kita sekarang menjadi PELAKU atau Subject. Sebagai pelaku, maka kitapun punya kemampuan untuk merubah Masalah menjadi Berkah.
Pandangan kita akan berubah, tidak lagi memandang masalah sebagai sebuah beban. Namun memandang masalah sebagai sebuah kesempatan untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki keadaan, dan menghapus kesalahan di masa lalu. Sehingga dengan begitu kita malah bisa mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, atas masalah yang diberikan kepada kita. Yang dengan masalah itu bisa menjadi sebuah batu pijakan untuk kita meraih kesuksesan di masa mendatang. Inilah, ciri-ciri karakter orang-orang Sukses yang harus juga kita miliki.
Contohnya, Limbah kotoran sapi yang dulunya mengganggu pemandangan dan menjadi pusat pencemaran lingkungan dan polusi udara di desa saya. Saat ini bisa disulap menjadi Pupuk Organik yang berkwalitas tinggi. Menjadi lahan kerja yang bisa menghidupi ratusan keluarga. Baca selengkapnya di sini... Dan masih banyak contoh-contoh seperti itu di lingkungan kita.
Life is Never Flat
Kehidupan di dunia tidak pernah datar dan lurus-lurus saja. Life is never flat and life is never straight. Pengusaha sukses tidak akan selamanya sukses suatu saat ia harus besiap menghadapi kerugian. Pelajar yang pintar nan cerdas tidak akan selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata, suatu saat ia harus siap dengan nilai yang tidak memuaskan. Orang yang badannya selalu sehat, harus siap jika suatu hari tubuhnya dilanda kesakitan. Di suatu waktu, kebahagiaan tiba memenuhi ruang di dalam hati, tapi di lain waktu seseorang harus siap ketika kesedihan kunjung.
Ini adalah wujud bahwa semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah swt. secara berpasangan dan semuanya tidak pernah diam dalam suatu keadaan. Terus berputar, silih berganti.
Dua Macam Ujian
Kita sering merasa bahagia jika yang terjadi pada diri kita adalah sesuatu yang kita harapkan, sesuatu yang kita inginkan dan kita cita-citakan. Kaya raya, bisnis sukses, memiliki tubuh yang selalu sehat, memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Itu adalah beberapa contoh harapan dan keinginan hidup.
Sebaliknya, kita merasa sengsara, sedih, dan berduka ketika mendapatkan segala hal yang tidak kita inginkan. Misalnya, sakit. Siapa yang mau sakit? Tidak akan ada kan, karena semua orang hanya menginginkan sehat. Misalnya juga bangkrut. Siapa pengusaha yang ingin usahanya gulung tikar? Oh... tidak bisa! Begitu kata Sule, he...he...he... Atau tidak lulus Ujian Nasional (UN) yang momok menakutkan bagi para pelajar kelas IX dan XII. Saya kira tidak ada pelajar yang ingin gagal UN, semuanya pasti hanya menginginkan satu kata saja tidak yang lain yaitu L-U-L-U-S alias lulus.
Islam memandang bahwa bagaimana pun kondisi yang sedang terjadi, semua adalah ujian kehidupan. Mau kesenangan atau kesengsaraan, mau kebahagiaan ataupun kesedihan, dua hal ini adalah ujian. Dan, memperkuat realitas tersebut, Ibnu Abbas mengungkapkan bahwa sesungguhnya dunia adalah ruang ujian. Innaddun-yā dārul balā. Demikian tegasnya.
Namun, kebanyakan manusia baru merasa sedang diuji oleh Allah ketika mendapatkan sesuatu yang tidak diharapkan kedatangannya. Jika ini terjadi pada diri seseorang, Umar bin Khathab lebih dahsyat menegaskan bahwa orang tersebut adalah makhdū’un ‘an ‘aqlihi, tertipu oleh akalnya sendiri. Pertanyaan saya adalah, mungkinkah ada orang yang tertipu oleh akalnya sendiri? Jika ada, orang tersebut adalah orang yang sangat bodoh. Dan label ini diberikan Umar putra Khathab kepada orang yang tidak merasa sedang diuji oleh Allah dengan segala bentuk kesenangan hidup.
Menyikapi Ujian Hidup
Berdasarkan pemaparan di muka, ujian hidup dibagi menjadi dua, yaitu ujian berupa kesenangan dan ujian berupa kesengsaraan. Ujian kesenangan diistilahkan dengan al-minhatu dan ujian kesengsaraan dilambangkan dengan al-mihnatu.
Lalu, bagaimanakah kiat-kiat dalam menghadapi kedua ujian tersebut?
Untuk ujian kesenangan, sudah pasti bahwa sikap terbaik kita adalah bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang diberikan. Syukur yang ditanamkan di dalam hati kemudian tumbuh menjadi amal-amal baik amaliyah lisan maupun amaliyah badan, akan menjadi penambah karunia dan nikmat. Allah swt. berfirman, ”Dan (ingatlah juga), ketika Rabb kalian memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim [14]: 7).
Yang akan saya kaji secara fokus pada ruang ini adalah bagaimana kita menghadapi al-mihnatu atau ujian kesengsaraan (menurut penilaian manusia)?
1. Yakini bahwa yang terjadi adalah takdir Allah swt.
Jurus pertama dalam menghadapi ujian hidup adalah tanamkan keyakinan bahwa apa yang sedang terjadi merupakan takdir Allah dan takdir Allah tidak akan salah sasaran serta tidak akan ada yang mampu menahannya. Yakini juga bahwa ketika Allah menghendaki sesuatu terjadi kepada kita, itulah yang terbaik untuk kita karena Allah Mahaadil dan tidak pernah menzalimi hamba-hamba-Nya. Sekali lagi, Allah tidak akan pernah menzalimi hamba-hamba-Nya. Musibah yang terjadi pada hakekatnya adalah kebaikan yang sedang Allah berikan.
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَ اللهُ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ
Mā ashōba min mushībatin illā bi idznillāhi, wa man yu`min billāhi yahdī qolbahu, wallōhu bikulli syai`in ‘alīmun
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.” (Q.S. At-Taghabun [64]: 11).
Beriman terhadap takdir Allah akan membuat hati kita berada dalam hidayah Allah. Justru pikiran akan menjadi “gelap” saat hati kita merasa sangat sengsara dengan ujian yang diterima. Insya Allah, orang yang mengimani bahwa musibah itu bagian dari jalan hidup yang Allah gariskan, ia akan merasa tenang dan ketenangan akan mempercepat pemecahan masalah, insya Allah.
2. Beban ujian setara dengan kekuatan diri
Bobot ujian yang menimpa sebanding dengan kekuatan diri dalam menghadapinya. Jika pundak kita mampu memikul beban sampai 100 kg, misalnya, maka beban ujian yang Allah berikan tidak akan melebihi 100 kg. Demikian ilustrasinya.
Nah, karena fitrah ujian adalah setara dengan kekuatan diri, jurus jitu selanjutnya adalah yakini bahwa kita mampu menghadapinya. Tetapi, banyak diantara kita yang merasa begitu sengsaranya sampai berkeluh kesah dengan ujian yang dihadapinya. Ini adalah akibat yang muncul karena kurangnya keyakinan terhadap fitrah ujian tersebut sebagaimana difirmankan dalam al-Quran:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ عَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Lā yukalliful-lōhu nasan illā wus’ahā lahā mā kasabat wa ‘alayhā maktasabat
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya." (Q.S. Al-Baqarah [2]: 286).
Yakinlah bahwa kita bisa menghadapi ujian yang ditimpakan, insya Allah...
3. Lapangkan hati
Jika sesendok garam dilarutkan ke dalam segelas air, bagaimana rasanya? Pasti asin, bukan? Lalu, jika sesendok garam dilarutkan ke dalam air sekolam, bagaimana rasanya? Pasti tetap tawar.
Demikianlah gambaran ujian yang Allah berikan. Jika hati kita sempit, ujian sekecil apapun akan terasa berat. Sebaliknya, jika hati kita lapang, ujian seberat apapun insya Allah akan terasa ringan.
Trik agar hati kita lapang adalah berdzikir kepada Allah setiap saat termasuk ketika mendapat ujian. Dzikir kepada Allah akan menenangkan hati kita dan hati yang tenang adalah hati yang lapang yang akan memperingan bobot ujian hidup.
اَلَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
Alladzīna āmanū wa tathma`innu qulūbuhum bi dzikrillāhi alā bi dzikrillāhi tathma`innul-qulūbu
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ar-Ra’du [13]: 28).
4. Buatlah perbandingan bobot ujian dengan yang lebih berat
Selanjutnya, buatlah perbandingan bobot ujian dengan yang lebih berat. Misalnya, uijan berupa rasa sakit. Padahal sudah diperiksakan ke dokter tapi masih belum menemui kesembuhan sehingga terkadang ada yang menyesali keadaan atau bahkan mempertanyakan keadilan Allah, na’udzubillāhi min dzālik (kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut).
Dalam keadaan seperti itu, coba bandingkan bobot ujian yang kita rasakan dengan sahabat kita yang saat itu juga sedang mengalami rasa sakit. Sementara saat sakit kita masih bisa buang air sendiri tanpa harus dipapah berjalan ke jamban atau dibantu prosesnya, sahabat kita harus diapapah dan dibantu proses buang airnya. Sahabat kita pun masih untung bisa ke jamban buang airnya meskipun harus dipapah dan dibantu, yang lain harus buang air di tempat berbaringnya menggunakan selang. Terus demikian, lakukan perbandingan dengan yang bobot ujiannya lebih berat. Insya Allah ini akan membuat kita bersyukur dalam lautan musibah.
5. Jemputlah solusi, jangan menunggunya!
Hukum kausalitas mengatakan bahwa tidak ada asap kalau tidak ada api. Ada akibat karena ada sebab dan keduanya selalu selaras dalam muatannya. Jika ingin mendapat akibat yang baik, maka ciptakanlah sebab yang baik. Itu kata kuncinya.
Dalam cobaan pun berlaku hukum kausalitas. Jemputlah solusi, jangan menunggunya! Berikhtiarlah mencari jalan keluar karena yakinlah bahwa Allah memberikan masalah satu paket dengan jalan keluarnya. Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Likulli dā`in dawā`un, untuk setiap penyakit ada obatnya. Demikian sabda Rasulullah saw. sebagai representasi dari seluruh permasalahan hidup.
Jika saat ini Anda sedang sakit, berobatlah secara total dan sekemampuan diri. Berobat adalah bagian dari pencarian jalan keluar agar segera sembuh. Begitu pula untuk seluruh masalah hidup, berikhtiarlah menjemput solusi.
6. Jangan lupa berdoa kepada Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda:
الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ ، وَعِمَادُ الدِّينِ ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
Ad-du’ā`u silāhul-mu`mini, wa ‘imādud-dīni, wa nūrus-samāwāti wal ardli
“Doa adalah senjata orang beriman, tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi”. (H.R. Hakim dari Abu Hurairah. Al-Hakimberkata: sanadnya shahih).
Banyak-banyak lah berdoa kepada Allah ketika cobaan dirasa berat. Insya Allah doa adalah satu kiat yang akan membuat hati tenang dan tersemangati. Selain berdoa sendiri, minta pula lah doa kepada orang lain termasuk kepada orang saleh yang masih hidup. Sehingga banyak “senjata” yang dilancarkan kepada Allah sebagai upaya untuk mendapatkan solusi.
7. Tawakalkan sepenuhnya kepada Allah
Ketika sudah mengupayakan segala daya, serahankanlah urusannya kepada Allah. Jika segala urusan diserahkan kepada Allah, insya Allah jaminan solusi sudah di tangan. Logikanya adalah, Allah Mahatahu tentang diri kita, tentang apa yang kita rasakan, tentang apa yang kita inginkan dan tentang apa yang sedang diupayakan, maka Allah akan memenuhi hajat kita jika kita menyerahkan urusan kepada-Nya.
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَبَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْئٍ قَدْرًا
Wa man yattaqil-lā`ha yaj’al lahū makhrojan. Wa yarzuqhu min haitsu lā yahtasibu, wa man yatawakkal ‘alallōhi fahuwa hasbuhu innallōha bāligu amrihi qod ja’alallōhu likulli syai`in qodron
“… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sesungguhnya Allah telah membuat ketentuan bagi segala sesuatu”. (Q.S. ath-Thalaq [65]: 2-3).
Ingat sekali lagi bahwa hidup itu tidak pernah datar dan hidup juga tidak lurus terus melainkan berkelok. Semoga kita termasuk golongan orang yang ketika ditimpa ujian baik al-minhatu maupun al-mihnatu, kita bisa melaluinya dengan sukses yang pada akhirnya kita naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Salam perjuangan...!!!
Mengubah Masalah Jadi Berkah
Reviewed by Edi Sugianto
on
12.11
Rating:
Tidak ada komentar: