Menghadapi Rasa Takut
Assalamu'alaikum wa rohmatullahi wa barokatih.....
Sahabat, Katakan pada hatimu, rasa takut akan penderitaan justru lebih menyiksa daripada penderitaan itu sendiri. Dan tak ada hati yang menderita saat mengejar impian-impiannya dengan ikhlas, sebab setiap detik pencarian itu bisa diibaratkan pertemuan kembali dengan Tuhan dan keabadian.
Jika keinginan atau mimpi-mimpi itu adalah sumber penderitaan, maka ingatlah bahwa ketidakinginan juga adalah bentuk keinginan yang lain. Ingin dan tidak ingin akan sama-sama menghadapi penderitaan. Sebagaimana batu dan butir pasir yang sama-sama tenggelam di dalam air. Lantas, mengapa tidak kita buat saja keinginan-keinginan, mimpi-mimpi, dan berusaha untuk mewujudkannya? Meskipun harus melalui penderitaan-penderitaan. Sederhana sajalah, nikmati saja suka & duka itu… rasa lelah dalam mencapai mimpi-mimpi indah itu sebenarnya adalah manis bila diterima dengan sabar & ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda :
Ketakutan nampaknya sudah menjadi bagian dari perilaku sebagian besar dari kita: takut gagal, takut ditolak, takut diledek, takut miskin. Bentuk-bentuk ketakutan ini pada akhirnya menyebabkan penyakit mental seperti kekhawatiran, kecemasan, stress, kesedihan dan sebagainya akibat adanya anggapan bahwa masa depan akan lebih buruk dari apa yang dialami sekarang.
Ada seorang samanera cilik yang hampir terlarut oleh rasa takut, namanya si Belalang Kecil. Suatu hari, gurunya yang buta mengajak si belalng kecil ke ruangan di belakang biara, yang biasanya terkunci. Di dalam ruangan itu terdapat kolam selebar enam meter, dengan sebuah papan sempit sebagai jembatan yang menghubungkan sisi yang satu dengan sisi seberangnya. Sang guru memperingati si Belalang Kecil untuk tidak dekat-dekat dengan pinggir kolam, karena kolam itu bukan berisi air, melainkan berisi larutan asam yang sangat pekat.
"Tujuh hari lagi," Si Belalang Kecil diberi tahu, "kamu akan diuji! Kamu harus berjalan menyeberangi kolam asam ini dengan menjaga keseimbangan di atas papan kayu yang sempit itu. Tetapi hati-hati! Kamu lihat kan tulang belulang di dasar kolam itu?"
Si Belalang Kecil melongok was-was dari pinggir kolam, dan melihat banyaknya tulang belulang di dasar kolam itu.
"Itu dulunya tulang samanera muda seperti kamu!"
Sang guru lantas mengajak si belalng kecil keluar dari ruangan yang mengerikan itu, menuju halaman biara yang diterangi sinar mentari. Di sana, beberapa biksu senior telah memasang papan kayu dengan ukuran yang hampir sama dengan yang ada di kolam airan asam, hanya saja, yang ini ditaruh di atas tanah dengan disanggah oleh tumpukan dua batu bata. Selama tujuh hari berikutnya Si Belalang Kecil dibebaskan dari tugasnya-tugasnya untuj berlatih keseimbangan di atas papan itu.
Itu mudah. Dalam beberapa hari saja dia dapat berjalan dengan keseimbangan sempurna, dengan mata tertutup sekalipun, menyeberangi papan di halaman biara. Dan tibalah harinya ujian.
Si Belalang Kecil dibawa gurunya menuju ke ruangan dengan kolam asam. Tulang belulang para samanera yang jatuh tampak putih berkilauan dari dasar kolam. Si belalsng kecil naik ke ujung papan dan menoleh ke arah gurunya. "Jalan!" perintah sang guru.
Papan di atas kolam asam itu ternyata lebih sempit dari papan di halaman kuil. Si Belalang Kecil mulai melangkah , tetapi langkahnya goyah; dia mulai bergoyang-goyang. Bahkan belum setengah jalan dia makin terhuyung-huyung. Kelihatannya dia akan segera tercebur ke larutan asam. Si Belalang Kecil mulai kehilangan rasa percaya dirinya. Dia melangkah dengan gemetar, lalu oleng….., dia jatuh!
Guru tua yang buta tertawa terbahak-bahak ketika mendengar suara Si Belalang Kecil tercebur ke kolam. Itu bukan asam, itu cuma air. Tulang belulang tua itu telah ditaruh di dalam kolam sebagai "tipuan khusus". Mereka telah mengakali Si Belalang Kecil.
"Apa yang membuatmu terjatuh?" tanya sang guru dengan serius. "Rasa takutlah yang menjatuhkanmu, Belalang Kecil, hanya rasa takut…."
Sahabat, ada dua macam ketakutan. Yaitu :
Tipe takut yang kedua adalah takut yang berdasarkan fiksi – bukan kenyataan. Tipe takut yang ini menyebabkan kekhawatiran, kecemasan dan stress padahal semuanya hanyalah anggapan yang tidak didukung fakta-fakta nyata. Misalnya seseorang yang takut bicara di depan umum beranggapan bahwa orang-orang akan mencemoohnya padahal belum tentu hal itu terjadi. Orang ini akhirnya memilih untuk diam saja sekedar mencari aman.
Sebenarnya yang kita takutkan seringkali bukan sesuatu yang langsung dihadapi, tapi konsekuensi lanjut dari sesuatu itu. Misalnya, takut hujan. Maksud sesungguhnya adalah takut menjadi basah sehingga jadi malu kepada orang lain, atau jadi sakit. Nah, bila konsekuensi ini tidak lagi menakutkan buat kita (misalnya yakin tidak akan jadi sakit, atau niat sudah pulang dari kantor), maka sesuatu itu juga menjadi tidak lagi menakutkan.
Di tulisan ini saya akan membahas lebih detil tentang tipe takut yang kedua dan bagaimana cara mengatasinya.
Asal Usul Takut
Takut yang sifatnya mental disebabkan karena kita punya standar, aturan, atau keyakinan yang harus dipenuhi, kalau tidak kita akan merasa gagal. Standar, aturan atau keyakinan ini biasanya timbul melalui pergaulan kita di lingkungan keluarga, teman, dan pekerjaan. Seolah-olah kita harus memenuhi tuntutan mereka dan beban ini membuat kita khawatir apabila kita gagal memenuhinya.
Contoh-contoh Standart Yang membebani diri sendiri :
"Saya harus sempurna"
"Saya harus jadi nomor satu"
"Saya harus berhasil supaya orang-orang mengagumi saya"
"Kegagalan adalah akhir segalanya"
"Saya akan dihukum kalau saya gagal"
"Saya harus menjaga citra diri"
"Pandangan orang tentang saya harus selalu baik"
Masih Banyak lagi contohnya mulai dari takut gagal ujian, takut melajang terus, takut dijauhi teman, dsb. Padahal it’s OK untuk gagal ujian yang penting kita berusaha dengan belajar. It’s OK untuk tidak menikah sebelum kita memperoleh pasangan yang tepat (daripada menikah dipaksakan tapi akhirnya berantakan). It’s OK juga dijauhi teman selama kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan.
Ironisnya, ketakutan yang cuma anggapan ini bisa menjadi kenyataan ketika kita memikirkannya terus menerus. Ingat, pikiran kita bekerja sesuai dengan fokus kita. Apabila kita fokus kepada kekhawatiran maka cepat atau lambat apa yang kita takutkan akan terjadi.
Mengatasi Rasa Takut
Pertama, ubah fokus Anda dari takut menjadi cinta, dari khawatir menjadi optimis. Sadari bahwa takut tidak lebih dari sekedar ilusi yang belum tentu terjadi. Cintai apa saja yang Anda lakukan sepenuh hati. Abaikan kekhawatiran dan hilangkan standar, aturan, atau keyakinan yang dibuat oleh orang lain karena hanya diri Andalah yang mengetahui apa yang terbaik bagi Anda.
Kedua, bangun komunikasi dengan diri Anda sendiri. Tanyakan kepada diri Anda tiap kali Anda merasa khawatir, ”Apakah kekhawatiran ini membawa kebaikan atau menyakiti diri saya?”. Katakan kepada diri Anda bahwa Anda mencintai diri Anda apa adanya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menentukan kebahagiaan Anda kecuali diri Anda sendiri. Bukan orang tua, bukan bos, bukan juga pasangan Anda.
Yang terakhir adalah berlatihlah untuk berhenti berpikir tentang masa depan dan habiskan waktu Anda sebanyak mungkin di masa kini. Artinya your mind and body selalu sinkron, bukannya badan disini tapi pikiran melayang kemana-mana. Kekhawatiran, kecemasan, pesimis hanya terjadi karena kita terlalu memikirkan masa depan. Dengan kita fokus ke masa sekarang kita menjadi lebih punya energi dan power untuk memperoleh kebahagiaan sekarang, bukan nanti, tapi sekarang dan disini....
Rasa takut itu rahmat, yang mengeluarkan semua kemampuan. Takut, sejatinya, merupakan bayangan cermin dari berani. Takut mendorong kita untuk berusaha bertahan. Tanpa rasa takut, saya kira tidak akan pernah ada upaya untuk survive dalam hidup ini, yang pada gilirannya akan mendayai kita untuk melahirkan gagasan-gagasan yang kreatif dan inovatif.
Takut itu adalah rahmat yang memaksimalkan kekuatan. Tuhan itu tidak akan memberikan masalah, kecuali kita mampu untuk menyelesaikannya; sehingga sebetulnya kita akan mampu menyelesaikan semua masalah.
“Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal-hal yang Anda takuti”
“Apa yang Anda takutkan untuk dikerjakan adalah indikator yang jelas mengenai apa yang harus Anda kerjakan berikutnya”
“Keberanian bukanlah tanpa ketidakhadiran ketakutan, tetapi lebih merupakan suatu keputusan bahwa ada yang lebih penting dari ketakutan itu sendiri”
Setelah kita tidak melakukan sesuatu, maka kita tidak akan mendapatkan pengalaman dari sesuatu tersebut. Padahal kita sendiri tau, kalau pengalaman itu guru terbaik. Dan ketika kita tidak mempunyai pengalaman, maka kita tidak akan punya kemampuan. Dan saat kita tidak punya kemampuan, maka kita akan terus merasa takut. Begitu seterusnya…
Rasa takut memang selalu pasti ada dalam diri manusia, Tuhan yang memberikan rasa takut kepada mahkluk hidup selain manusia yaitu hewan, rasa takut diciptakan agar kita bisa menjaga diri dari hal-hal negatif yang dapat merugikan kita. Namun, kita sebagai manusia dianugerahkan akal dan pikiran, hendaknya menempatkan rasa takut itu pada porsinya. Jangan menjadikan rasa takut itu sebagai penghalang kita untuk maju.
Jika kita tidak bisa menghadapi rasa takut, apa bedanya kita sama hewan yang ketika takut langsung lari begitu saja, hadapi dan majulah!! Tuhan tidak pernah memberikan kita cobaan melebihi dari kesanggupan kita. Dan Tuhan selalu memberikan ujian dan cobaan kepada kita agar kita bisa lebih maju.
Sekarang saatnya kita keluar dari siklus ketakutan itu dan mulai bergerak.
Jangan Takut Salah, Mari Belajar Dari Kesalahan.
Sahabat, Katakan pada hatimu, rasa takut akan penderitaan justru lebih menyiksa daripada penderitaan itu sendiri. Dan tak ada hati yang menderita saat mengejar impian-impiannya dengan ikhlas, sebab setiap detik pencarian itu bisa diibaratkan pertemuan kembali dengan Tuhan dan keabadian.
Jika keinginan atau mimpi-mimpi itu adalah sumber penderitaan, maka ingatlah bahwa ketidakinginan juga adalah bentuk keinginan yang lain. Ingin dan tidak ingin akan sama-sama menghadapi penderitaan. Sebagaimana batu dan butir pasir yang sama-sama tenggelam di dalam air. Lantas, mengapa tidak kita buat saja keinginan-keinginan, mimpi-mimpi, dan berusaha untuk mewujudkannya? Meskipun harus melalui penderitaan-penderitaan. Sederhana sajalah, nikmati saja suka & duka itu… rasa lelah dalam mencapai mimpi-mimpi indah itu sebenarnya adalah manis bila diterima dengan sabar & ikhlas.
Rasulullah SAW bersabda :
- Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)
- Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah. (HR. Ahmad)
- Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah. (HR. Ath-Thabrani)
- Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal. (HR. Ad-Dailami)
“Lakukan apa yang paling Anda takuti dan rasa takut pun pasti akan berakhir.”
—Mark Twain
Ketakutan nampaknya sudah menjadi bagian dari perilaku sebagian besar dari kita: takut gagal, takut ditolak, takut diledek, takut miskin. Bentuk-bentuk ketakutan ini pada akhirnya menyebabkan penyakit mental seperti kekhawatiran, kecemasan, stress, kesedihan dan sebagainya akibat adanya anggapan bahwa masa depan akan lebih buruk dari apa yang dialami sekarang.
Ada seorang samanera cilik yang hampir terlarut oleh rasa takut, namanya si Belalang Kecil. Suatu hari, gurunya yang buta mengajak si belalng kecil ke ruangan di belakang biara, yang biasanya terkunci. Di dalam ruangan itu terdapat kolam selebar enam meter, dengan sebuah papan sempit sebagai jembatan yang menghubungkan sisi yang satu dengan sisi seberangnya. Sang guru memperingati si Belalang Kecil untuk tidak dekat-dekat dengan pinggir kolam, karena kolam itu bukan berisi air, melainkan berisi larutan asam yang sangat pekat.
"Tujuh hari lagi," Si Belalang Kecil diberi tahu, "kamu akan diuji! Kamu harus berjalan menyeberangi kolam asam ini dengan menjaga keseimbangan di atas papan kayu yang sempit itu. Tetapi hati-hati! Kamu lihat kan tulang belulang di dasar kolam itu?"
Si Belalang Kecil melongok was-was dari pinggir kolam, dan melihat banyaknya tulang belulang di dasar kolam itu.
"Itu dulunya tulang samanera muda seperti kamu!"
Sang guru lantas mengajak si belalng kecil keluar dari ruangan yang mengerikan itu, menuju halaman biara yang diterangi sinar mentari. Di sana, beberapa biksu senior telah memasang papan kayu dengan ukuran yang hampir sama dengan yang ada di kolam airan asam, hanya saja, yang ini ditaruh di atas tanah dengan disanggah oleh tumpukan dua batu bata. Selama tujuh hari berikutnya Si Belalang Kecil dibebaskan dari tugasnya-tugasnya untuj berlatih keseimbangan di atas papan itu.
Itu mudah. Dalam beberapa hari saja dia dapat berjalan dengan keseimbangan sempurna, dengan mata tertutup sekalipun, menyeberangi papan di halaman biara. Dan tibalah harinya ujian.
Si Belalang Kecil dibawa gurunya menuju ke ruangan dengan kolam asam. Tulang belulang para samanera yang jatuh tampak putih berkilauan dari dasar kolam. Si belalsng kecil naik ke ujung papan dan menoleh ke arah gurunya. "Jalan!" perintah sang guru.
Papan di atas kolam asam itu ternyata lebih sempit dari papan di halaman kuil. Si Belalang Kecil mulai melangkah , tetapi langkahnya goyah; dia mulai bergoyang-goyang. Bahkan belum setengah jalan dia makin terhuyung-huyung. Kelihatannya dia akan segera tercebur ke larutan asam. Si Belalang Kecil mulai kehilangan rasa percaya dirinya. Dia melangkah dengan gemetar, lalu oleng….., dia jatuh!
Guru tua yang buta tertawa terbahak-bahak ketika mendengar suara Si Belalang Kecil tercebur ke kolam. Itu bukan asam, itu cuma air. Tulang belulang tua itu telah ditaruh di dalam kolam sebagai "tipuan khusus". Mereka telah mengakali Si Belalang Kecil.
"Apa yang membuatmu terjatuh?" tanya sang guru dengan serius. "Rasa takutlah yang menjatuhkanmu, Belalang Kecil, hanya rasa takut…."
Sahabat, ada dua macam ketakutan. Yaitu :
- Takut Alamiah.
- Takut Yang dibuat-buat.
Tipe takut yang kedua adalah takut yang berdasarkan fiksi – bukan kenyataan. Tipe takut yang ini menyebabkan kekhawatiran, kecemasan dan stress padahal semuanya hanyalah anggapan yang tidak didukung fakta-fakta nyata. Misalnya seseorang yang takut bicara di depan umum beranggapan bahwa orang-orang akan mencemoohnya padahal belum tentu hal itu terjadi. Orang ini akhirnya memilih untuk diam saja sekedar mencari aman.
Sebenarnya yang kita takutkan seringkali bukan sesuatu yang langsung dihadapi, tapi konsekuensi lanjut dari sesuatu itu. Misalnya, takut hujan. Maksud sesungguhnya adalah takut menjadi basah sehingga jadi malu kepada orang lain, atau jadi sakit. Nah, bila konsekuensi ini tidak lagi menakutkan buat kita (misalnya yakin tidak akan jadi sakit, atau niat sudah pulang dari kantor), maka sesuatu itu juga menjadi tidak lagi menakutkan.
Di tulisan ini saya akan membahas lebih detil tentang tipe takut yang kedua dan bagaimana cara mengatasinya.
Asal Usul Takut
Takut yang sifatnya mental disebabkan karena kita punya standar, aturan, atau keyakinan yang harus dipenuhi, kalau tidak kita akan merasa gagal. Standar, aturan atau keyakinan ini biasanya timbul melalui pergaulan kita di lingkungan keluarga, teman, dan pekerjaan. Seolah-olah kita harus memenuhi tuntutan mereka dan beban ini membuat kita khawatir apabila kita gagal memenuhinya.
Contoh-contoh Standart Yang membebani diri sendiri :
"Saya harus sempurna"
"Saya harus jadi nomor satu"
"Saya harus berhasil supaya orang-orang mengagumi saya"
"Kegagalan adalah akhir segalanya"
"Saya akan dihukum kalau saya gagal"
"Saya harus menjaga citra diri"
"Pandangan orang tentang saya harus selalu baik"
Masih Banyak lagi contohnya mulai dari takut gagal ujian, takut melajang terus, takut dijauhi teman, dsb. Padahal it’s OK untuk gagal ujian yang penting kita berusaha dengan belajar. It’s OK untuk tidak menikah sebelum kita memperoleh pasangan yang tepat (daripada menikah dipaksakan tapi akhirnya berantakan). It’s OK juga dijauhi teman selama kita bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan.
Ironisnya, ketakutan yang cuma anggapan ini bisa menjadi kenyataan ketika kita memikirkannya terus menerus. Ingat, pikiran kita bekerja sesuai dengan fokus kita. Apabila kita fokus kepada kekhawatiran maka cepat atau lambat apa yang kita takutkan akan terjadi.
Mengatasi Rasa Takut
Pertama, ubah fokus Anda dari takut menjadi cinta, dari khawatir menjadi optimis. Sadari bahwa takut tidak lebih dari sekedar ilusi yang belum tentu terjadi. Cintai apa saja yang Anda lakukan sepenuh hati. Abaikan kekhawatiran dan hilangkan standar, aturan, atau keyakinan yang dibuat oleh orang lain karena hanya diri Andalah yang mengetahui apa yang terbaik bagi Anda.
Kedua, bangun komunikasi dengan diri Anda sendiri. Tanyakan kepada diri Anda tiap kali Anda merasa khawatir, ”Apakah kekhawatiran ini membawa kebaikan atau menyakiti diri saya?”. Katakan kepada diri Anda bahwa Anda mencintai diri Anda apa adanya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menentukan kebahagiaan Anda kecuali diri Anda sendiri. Bukan orang tua, bukan bos, bukan juga pasangan Anda.
Yang terakhir adalah berlatihlah untuk berhenti berpikir tentang masa depan dan habiskan waktu Anda sebanyak mungkin di masa kini. Artinya your mind and body selalu sinkron, bukannya badan disini tapi pikiran melayang kemana-mana. Kekhawatiran, kecemasan, pesimis hanya terjadi karena kita terlalu memikirkan masa depan. Dengan kita fokus ke masa sekarang kita menjadi lebih punya energi dan power untuk memperoleh kebahagiaan sekarang, bukan nanti, tapi sekarang dan disini....
Rasa takut itu rahmat, yang mengeluarkan semua kemampuan. Takut, sejatinya, merupakan bayangan cermin dari berani. Takut mendorong kita untuk berusaha bertahan. Tanpa rasa takut, saya kira tidak akan pernah ada upaya untuk survive dalam hidup ini, yang pada gilirannya akan mendayai kita untuk melahirkan gagasan-gagasan yang kreatif dan inovatif.
Takut itu adalah rahmat yang memaksimalkan kekuatan. Tuhan itu tidak akan memberikan masalah, kecuali kita mampu untuk menyelesaikannya; sehingga sebetulnya kita akan mampu menyelesaikan semua masalah.
“Kunci keberhasilan adalah menanamkan kebiasaan sepanjang hidup Anda untuk melakukan hal-hal yang Anda takuti”
“Apa yang Anda takutkan untuk dikerjakan adalah indikator yang jelas mengenai apa yang harus Anda kerjakan berikutnya”
“Keberanian bukanlah tanpa ketidakhadiran ketakutan, tetapi lebih merupakan suatu keputusan bahwa ada yang lebih penting dari ketakutan itu sendiri”
SIKLUS RASA TAKUT
Itulah siklus ketakutan. Biasanya pas kita mau mulai sesuatu atau disuruh sesuatu, kita sudah takut duluan dan bilang gak bisa. Dan tidak pernah mau Mencoba. Nah dari situlah kita tidak pernah melakukan sesuatu yang baru, yang kita anggap gak bisa. Padahal belum saja di coba.Setelah kita tidak melakukan sesuatu, maka kita tidak akan mendapatkan pengalaman dari sesuatu tersebut. Padahal kita sendiri tau, kalau pengalaman itu guru terbaik. Dan ketika kita tidak mempunyai pengalaman, maka kita tidak akan punya kemampuan. Dan saat kita tidak punya kemampuan, maka kita akan terus merasa takut. Begitu seterusnya…
Rasa takut memang selalu pasti ada dalam diri manusia, Tuhan yang memberikan rasa takut kepada mahkluk hidup selain manusia yaitu hewan, rasa takut diciptakan agar kita bisa menjaga diri dari hal-hal negatif yang dapat merugikan kita. Namun, kita sebagai manusia dianugerahkan akal dan pikiran, hendaknya menempatkan rasa takut itu pada porsinya. Jangan menjadikan rasa takut itu sebagai penghalang kita untuk maju.
Jika kita tidak bisa menghadapi rasa takut, apa bedanya kita sama hewan yang ketika takut langsung lari begitu saja, hadapi dan majulah!! Tuhan tidak pernah memberikan kita cobaan melebihi dari kesanggupan kita. Dan Tuhan selalu memberikan ujian dan cobaan kepada kita agar kita bisa lebih maju.
Sekarang saatnya kita keluar dari siklus ketakutan itu dan mulai bergerak.
Jangan Takut Salah, Mari Belajar Dari Kesalahan.
Menghadapi Rasa Takut
Reviewed by Edi Sugianto
on
01.24
Rating:
Tidak ada komentar: