Filosofi Jalan Pedang Samurai Miyamoto Mushashi
Niscaya pikiranmu akan menjadi alami.”
"Seorang prajurit hebat punya kecakapan yang sama dalam mengayunkan pedang dan menorehkan pena". (Musashi)
Sembilan Prinsip Musashi :
1. Berpikirlah dengan membuang semua ketidakjujuran.
2. Bentuklah dirimu sendiri di jalan (yang benar).
3. Pelajarilah semua seni.
4. Pahamilah jalan semua pekerjaan.
5. Pahamilah keunggulan dan kelemahan dari segala sesuatu.
6. Kembangkan mata yang tajam dalam segala hal.
7. Pahamilah apa yang tidak terlihat oleh mata.
8. Berikan perhatian bahkan pada hal-hal terkecil sekalipun.
9. Jangan melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak realistis.
Kisah Miyamoto Mushashi
Soho Takuan, seorang pendeta Zen dengan kecerdikannya berhasil “menawan” Takezo di sebuah sel gelap di puri milik Ikeda. Di sana selama tiga tahun, Takezo ditahan untuk mendalami bertumpuk-tumpuk dan beragam buku. Mulai dari seni perang dari Sun Tzu, Taoisme, buku-buku mengenai Zen hingga ke berjilid-jilid kitab mengenai sejarah Jepang. Pendeta Takuan, selalu bersikap keras itu menasihati Takezo yang terkenal bandel dan liar itu hingga mau patuh menjalani penggemblengan berat tersebut.
Salah satu nasehatnya adalah;
“Anggaplah kamar ini sebagai rahim ibumu dan bersiaplah untuk lahir kembali. Kalau kau melihatnya hanya dengan matamu, tak akan kau melihat apa-apa kecuali sel yang tak berlampu dan tertutup. Tapi pandanglah lebih saksama, lihatlah dengan akalmu dan berpikirlah. Kamar ini dapat menjadi sumber pencerahan, pancuran pengetahuan yang ditemukan dan diperkaya oleh orang-orang bijak di masa lalu. Terserah padamu, apakah kamar ini menjadi kamar kegelapan ataukah kamar penuh cahaya”.Setelah melewati masa pembelajaran tiga tahun, Takezo mendapatkan pencerahan dan dibebaskan dan boleh berkelana lagi. Saat itu usianya 21 tahun, Takezo memulai kehidupannya kembali sebagai Miyamoto Musashi.
Miyamoto Musashi (宮本 武蔵?), atau biasa disebut Musashi saja, adalah seorang samurai dan ronin yang sangat terkenal di Jepang pada abad pertengahan. Ia diperkirakan lahir pada sekitar tahun 1584, dan meninggal tahun 1645. Nama aslinya adalah Shinmen Takezo. Kata Musashi merupakan lafal lain dari "Takezo" (huruf kanji bisa memiliki banyak lafal dan arti). Musashi memiliki nama lengkap Shinmen Musashi No Kami Fujiwara No Genshin.
Dilahirkan di sebuah desa yang bernama Miyamoto di tahun 1584, Musashi terlahir sebagai Munasai Takezo. Masa kanak-kanak Takezo tidaklah bahagia. Ia tidak akur dengan ayah kandungnya, Munasai Hirata seorang samurai pemilik tanah. Takezo selalu melontarkan kritik pedas terhadap seni bela diri ayahnya, hingga menyebabkan ketiak akuran diantara ayah dan anak ini. Situasi yang demikian membuat Takezo kabur memilih meninggalkan rumah untuk hidup bersama pamannya yang saat itu usianya belum mencapai 13 tahun.
Tapi di usianya yang 13 tahun tersebut, Takezo sudah mampu menaklukkan seorang pendekar pedang Shito-ryu yang bernama Arima Kihei. Lawannya itu dirobohkan dan dipukulinya dengan tongkat hingga tewas. Kemudian pada usia 16 tahun, Takezo bertarung dengan seorang samurai tangguh dan kembali muncul sebagai pemenang. Mulai saat itu, Takezo memutuskan pergi bertualang mengikuti “Jalan Pedang”.
Pertarungan puncak bagi Musashi adalah saat menghadapi Sasaki Kojiro, saingan terberatnya yang masih muda dan sangat tangguh. Kojiro pada zaman itu sosok pemain pedang yang ideal: garis keturunannya tidak ada aib dan guru-gurunya ternama; dan dengan pelatihan yang penuh disiplin, ia berhasil menciptakan teknik permainan pedang yang mengagumkan. Tapi pada akhirnya kepala Kojiro pecah oleh tebasan pedang Musashi pada pertarungan di Pulau Ganryu, 13 April 1612.
Pertarungan Musashi melawan Sasaki Kojiro merupakan titik balik baginya. Sebelum itu, dia menyakini bahwa kemampuan seni berperang adalah kunci kemenangan dalam setiap pertarungan. Tetapi setelah mengalahkan Kojiro, Musashi menyadari bahwa kekuatan dan ketrampilan bukan satu-satunya yang bisa diandalkan untuk menentukan kemenangan;
“Ketika umurku sudah lewat tiga puluh tahun dan merenungkan kembali hidupku, aku sadar bahwa aku menjadi pemenang bukan karena kemampuan luar biasa dalam seni bela diri. Mungkin saja aku mempunyai bakat alami atau tidak menyimpang dari prinsip alami. Atau, bisa jadikah seni bela diri lawan itu yang memang mengandung suatu cacat? Setelah itu, dengan tekad jauh lebih besar untuk mencapai pemahaman yang lebih jelas mengenai prinsip-prinsip yang dalam, aku berlatih siang malam”.Lalu, apa yang memungkinkan Musashi mengalahkan Kojiro jika bukan karena penguasan ketrampilan bertarung? Bagi Musashi, kemenangan sebuah pertarungan terletak pada prinsip atau semangat, bukan tipuan dan ketidakjujuran. Di dalam Kitab Lima Lingkaran, Musashi menulis:
“Jalan seni adalah langsung dan benar, jadi kau harus dengan tegas berusaha mengejar orang-orang lain dan menundukkan mereka dengan prinsip-prinsip sejati”.Setelah pertarungan itu Musashi memutuskan mundur dari pertarungan, karena rasa bersalahnya sampai membawa kematian lawannya. Musashi kemudian menetap di pulau Kyushu dan tidak pernah meninggalkannya lagi, untuk menyepi dan mencari pemahaman sejati. Dalam penyepian sebelum kematiannya itu Musashi berhasil menyelesaikan bukunya yang berjudul Kitab Lima Cincin (Go Rin no Sho) yang menunjukkan semua pencarian dan pencapaian spiritual serta jawabannya tentang bagaimana menemukan dan mengamalkan jalan.
Ada sembilan poin yang diajarkan Musashi untuk kita semua :
- Berpikirlah dengan membuang semua ketidakjujuran.
- Bentuklah dirimu sendiri di jalan (yang benar).
- Pelajarilah semua seni.
- Pahamilah jalan semua pekerjaan.
- Pahamilah keunggulan dan kelemahan dari segala sesuatu.
- Kembangkan mata yang tajam dalam segala hal.
- Pahamilah apa yang tidak terlihat oleh mata.
- Berikan perhatian bahkan pada hal-hal terkecil sekalipun.
- Jangan melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak realistis.
1.Menemukan dan Menciptakan Jalan
”Jalan” dalam bahasa Cina disebut dengan “Tao” dan dalam bahasa Jepang disebut “Do”. Seperti halnya akhiran –do yang biasa ada di aliran-aliran bela diri seperti kendo, aikido, karate-do, dan lainnya. Itu menandakan bahwa bela diri tersebut bukan sekadar bela diri saja, tapi juga disiplin dan jalan hidup. Makanya rata-rata beladiri tersebut filosofinya sangat dalam. Akhiran –do banyak dipakai di bela diri yang juga menunjukkan cara hidup. Sering disebut hidup sesuai jalannya, akan mengantar pada kebahagiaan dan sebuah petunjuk untuk hidup yang benar.
Bagaimana caranya menemukan jalan? Jalan dapat ditemukan dengan meniru, mencari, dan menemukan. Tetapi jika memodifikasi dan mencampurnya dengan elemen diri, dan jadilah jalan kreasi kita. Musashi, yang tak punya guru dan tak pernah belajar secara khusus pada seorang guru pun, menempuh jalannya sendiri, juga ternyata terpengaruh oleh Sun Tzu, biksu Zen Takuan Soho, samurai hebat Yagyu Munenori, dan kitab hsinhsinming. Jadi, yang ditemukan Musashi (the book of five rings) sepertinya adalah campuran ajaran Zen dari Takuan dan kitab Hsinhsinming, seni perang Sun Tzu dan keahlian Yagyu, ditambah, diaduk-aduk, dieksperimenkan dengan keseluruhan pengalaman pribadinya.
Musashi sebenarnya lebih layak untuk disebut sebagai seorang otodidak. Musashi membimbing dirinya sendiri untuk mendalami berbagai macam ilmu. Salah satu sumber yang banyak ditimbanya niscaya adalah buah pikiran Sun Tzu.Dikenal sebagai ahli strategi besar-kalau bukan yang terbesar-Sun Tzu hidup hampir 2000 tahun mendahului Musashi (400-320 tahun sebelum Masehi); “Saya suka berpikir betapa hebatnya orang-orang kuno seperti Lao Tse, Konfusius, Socrates, Sun Tzu, sementara kebanyakan dari kita yang hidup pada milenium ketiga ini cuma segini-gini saja.”
Kalau Musashi mendekati strategi melalui contoh-contoh dari tarung-tanding (duel), Sun Tzu lebih membahasnya lewat skenario peperangan. Ada beberapa kalimat dari kitab Seni Berperang (The Art of War) Sun Tzu yang amat membekas di hati Musashi. Selama tiga tahun dalam masa penempaan, Musashi kerap membacanya secara lantang berulang-ulang dengan alunan bagaikan nyanyian;
- “Barangsiapa mengenal seni perang, tak akan serampangan ia dalam gerakannya. Ia kaya karsa dalam membatasi kemungkinan.”
- “Barangsiapa mengenal dirinya sendiri dan mengenal musuhnya, ia senantiasa menang dengan mudah. Barangsiapa mengenal langit dan bumi, ia menang atas segalanya.”
- “Kenali musuhmu, kenali dirimu sendiri dan kemenanganmu tak akan terancam. Kenali medan, kenali iklim, maka kemenanganmu akan lengkap.”
Yang lebih menarik lagi, dalam kemampuannya untuk membaca waktu. Setelah mencapai usia 29 tahun, ia memutuskan untuk berhenti menjadi petarung. Kemudian Musashi mentransformasikan dirinya menjadi seniman dan pada usia yang lebih lanjut Musashi kembali memutuskan untuk menjadi pemikir mengenai Jalan Strategi. Keputusannya untuk pindah jalur dan beralih profesi pada saat yang tepat itu memang memerlukan ketajaman intuisi yang luar biasa. Agaknya, ini juga yang membuat Musashi menjadi petarung kehidupan yang tak terkalahkan. Musashi mengatur dan bukannya diatur oleh waktu kehidupan.
2.Keteguhan Hati Mengamalkan dan Menjaga Jalan
Memang lebih mudah untuk menjadi peka, menjadi arif dan penuh perenungan ketika kita dalam posisi yang penuh kesusahan dimana sendi-sendi harga diri kita dibenamkan dan segala kesombongan diruntuhkan. Mudah untuk memahami bentuk-bentuk pemikiran, perasaan, benda-benda dan penghargaan kita akan arti hidup itu sendiri. Mudah pula untuk menyadari akan kebeningan cita-cita.
Yang tidak mudah adalah untuk tetap konsisten pada pencapaian nurani tersebut. Tidak mudah untuk terus menjaga visi kita yang paling menggebu-gebu sekalipun. Perubahan lingkungan, kemudahan-kemudahan, orang-orang yang berbeda lambat laun dapat melunturkan pencapaian nurani. Pada prosesnya, akan muncul riak-riak yang mengganggu yang mengurangi kadar pemikiran dan tindakan kita.
Musashi pun mengalami naik turunnya semangat dalam mewujudkan jalan pedangnya. Cita-cita yang menjadi visi hidupnya. Musashi sempat terjebak dalam kesombongan sesaat ketika bertemu orang-orang yang terlihat lebih lemah. Jalan pedang seolah-olah menjadi jalan paling berarti dan dalam perjalanannya Musashi banyak mengabaikan unsur-unsur lain di luar dirinya. Musashi kemudian sadar dan berusaha membentuk jalan pedang dengan lurus-lurus pada keyakinan dirinya, menekan segala perasaan lembutnya dan satu hal yang menyelamatkannya dari bahaya keangkuhan adalah keinginannya untuk membuka pintu-pintu ilmu dan belajar dari segala macam orang, segala macam bentuk dan alam semesta.
Dalam kehidupan ini, bukan sekali kita merasakan naik turunnya iman, naik turunnya semangat baik dalam bekerja, menjaga hubungan, dan meraih mimpi-mimpi kita. Bukan sekali dua kali pula kita terjatuh dan kembali pada kebeningan pencapaian nurani. Terlalu dini untuk menyimpulkan jalan pencapain nurani, ada banyak visi dan lebih banyak konsistensi yang akan diperlukan.
Walaupun begitu, ada hal-hal menarik yang agaknya dapat dipelajari dari Musashi. Musashi adalah seorang yang sederhana, rendah hati yang bermain bersih tanpa kecurangan. Musashi keras hati dalam melatih diri dan dalam menimba ilmu berbagai aliran, karena Musashi menyadari bukannya tak mungkin terkalahkan. Musashi selalu menekankan pentingnya timing (ketepatan waktu) dan ritme dalam segala hal. Masuk terlalu cepat atau terlalu lambat dalam pertarungan dipandangnya dapat mengundang persoalan tersendiri. Kemudian perubahan yang terjadi di “langit” dan “bumi” bukan saja harus dicermati melainkan mesti pula diadaptasi untuk keselamatan diri. Juga baginya ilmu pengetahuan itu adalah sebuah “lingkaran bulat”. Artinya, kalau kita bermula dari titik A, setelah melingkar penuh kita akan kembali ke titik A semula. Apa yang dianggap paling elementer adalah juga pelajaran yang paling penting.
Sumber Bacaan:
- sinarmotivasi.com
- Musashi, Eiji Yoshikawa, Gramedia – Jakarta
- The Lone Samurai, William Scott Wilson, Gramedia – Jakarta
- The Book of Five Rings, William Scott Wilson, Gramedia
Filosofi Jalan Pedang Samurai Miyamoto Mushashi
Reviewed by Edi Sugianto
on
02.23
Rating:
Tidak ada komentar: