Meresonansi Jiwa Dengan Sifat Ilahiah
Barangkali tulisan ini akan menjadi penutup serial note tentang Hati dan Diri manusia yang telah kita bahas berhari-hari. Saya yakin, masih sangat banyak pertanyaan yang bergelayutan di benak Anda, tentang eksistensi manusia terkait perjalanan spiritualnya. Tetapi, rupanya kita harus membatasi pembahasan karena beberapa alasan. Diantaranya agar tidak membosankan. Selain itu, saya memang mau izin untuk beberapa hari ke depan tidak aktif dalam forum diskusi ini, karena ada agenda lain yang harus saya selesaikan.
Dalam kesempatan ini saya ingin merangkum pembahasan yang sudah kita lakukan, sambil memberikan poin pentingnya dalam perjalanan spiritual seorang muslim.
1. Bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang luar biasa, sehingga disebut sebagai ciptaan terbaik alias ahsanu taqwim. Selain itu, dalam berbagai ayat Qur'an kita juga bisa menemui firman-firman Allah yang mengangkat manusia dalam derajat sedemikian tingginya. Sehingga, malaikat dan iblis pun diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Meskipun, kemudian Iblis menolak, dan hanya malaikat yang bersujud.
2. Manusia diciptakan mengikuti fitrah Allah, QS. 30: 30, dibentuk dengan badan & jiwa yang ditiupi ruh ilahiah, sehingga menjadi hidup. Badan manusia adalah benda mati yang tersusun dari zat-zat biokimiawi, dengan struktur dan desain luar biasa canggih. Yang, sampai sekarang masih menyisakan misteri dahsyat bagi ilmu pengetahuan modern. Bahkan, saya yakin, sampai berakhirnya dunia sekalipun.
Jiwa manusia adalah badan halus yang berada di balik badan fisik. Ia tersusun dari energi, yang dalam ilmu kedokteran jiwa disebut sebagai bioplasma. Badan energi kita itu memiliki bentuk seperti badan materi yang meliputinya. Ia punya tangan energial, punya kaki energial, punya kepala energial, otak energial, mata, telinga, hidung, dan seluruh organ energial. Karena itu, jika organ materialnya mengalami kerusakan, jiwanya juga akan mengalami gangguan energial. Terutama, adalah jika otak materialnya mengalami kerusakan, maka otak energialnya pun terganggu. Dalam ilmu kedokteran disebut sebagai mengalami penyakit jiwa.
Selain badan dan jiwa, manusia memiliki ruh. Yakni, daya hidup yang berasal dari Sang Pencipta. Inilah sifat-sifat Tuhan yang diresonansikan kepada badan dan jiwa saat penciptaan di dalam rahim seorang ibu. Karena ditiupi sebagian ruh Allah, maka badan dan jiwa yang tadinya mati menjadi hidup. Teresonansi oleh Sifat Maha Hidup Allah. Selain itu, badan dan jiwa itu menjadi memiliki kehendak, karena teresonansi oleh sifat Allah yang Maha Berkehendak. Juga menjadi terimbas sifat-sifat lainnya seperti mendengar, melihat, berkata-kata, berkreasi, berbuat, dan lain sebagainya, yang merupakan sifat-sifat Allah.
3. Jiwa menempati posisi sentral dalam kehidupan seorang manusia. Dialah yang bertanggungjawab atas segala perbuatan manusia. Dia juga yang bisa merasakan suka, duka, sedih, bahagia, marah, kecewa, dendam, benci, cinta, ikhlas, sabar, ingkar dan berserah diri. Bukan badan, dan bukan ruh. Sebab, badan hanya alat saja bagi jiwa. Sedangkan ruh hanya daya hidup yang ditularkan Allah kepada manusia.
Maka, berpuluh ayat di dalam al Qur'an menganjurkan kita untuk meningkatkan kualitas jiwa. Kutubnya ada dua, yaitu badan dan ruh. Jiwa bakal menuju kualitas terendahnya ketika terseret kepada hal-hal yang bersifat materialistik badaniyah semata, sehingga lupa kepada nilai-nilai ketuhanan yang ada di dalam ruhnya. Kehidupannya hanya mengurusi kebutuhan dan kesenangan badaniyah belaka. Tiap hari yang dipikirkan cuma makan, minum, pakaian, harta benda, jabatan, seksualitas, popularitas, dan sebagainya yang bertumpu pada kepentingan ego semata. Orang yang demikian bakal terjebak pada keserakahan yang melalaikannya terhadap tujuan dan misi hidup yang lebih penting sebagai makhluk mulia.
Sebaliknya, ia akan mencapai derajat tertinggi jika memanfaatkan seluruh potensinya untuk melakukan hal-hal yang menuju nilai-nilai ruhiyah. Nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan oleh agama. Yakni, yang terangkum dalam mekanisme hablum minallah dan hablum minannas untuk menuju visi tatanan hidup yang rahmatan lil alamin, bermanfaat buat seluruh makhluk Allah.
4. Di dalam al Qur'an, manusia diajari untuk meningkatkan kualitas jiwanya seiring dengan akal kecerdasan. Dimana ini sangat terkait dengan fungsi otak manusia beserta segala mekanismenya. Meningkatkan kemampuan otak, sama saja dengan meningkatkan kualitas jiwa. Karena itu, umat Islam harus melatih fungsi otaknya untuk mencapai jiwa berkualitas tinggi.
Mekanisme otak itu melibatkan dua fungsi dasar yang membentuk akal, yakni kecerdasan intelektual yang bekerja secara ilmiah lewat rasio, logika dan analisa, serta kecerdasan emosional yang bekerja pada sistem limbik dengan memanfaatkan Hipocampus sebagai memori rasional dan Amygdala sebagai memori emosional. Seorang manusia harus melatih diri agar fungsi Hipocampus dan Amygdalanya bekerja secara seimbang, sehingga menghasilkan emosi yang rasional atau rasio yang emosional. Sebab, di sistem limbik inilah terjadinya pertarungan antara kecerdasan rasional dan emosional. Dan seringkali rasionalitas kalah oleh emosi yang cenderung tanpa perhitungan.
5. Mekanisme sistem limbik tecermin pada getaran jantung. Jika sistem limbik sedang dalam kondisi emosi yang tidak rasional, maka jantung akan bergetar tidak stabil, sehingga mengalami disharmoni dengan frekuensi otak. Ini menyebabkan ketidakseimbangan di seluruh tubuh. Baik yang bekerja secara sarafi maupun hormonal. Sebaliknya, jika sistem limbik sedang dalam keadaan emosi yang rasional, maka jantung akan bergetar lembut dan menghasilkan frekuensi yang sinkron dengan otak. Saat itu, seluruh tubuh akan ikut harmonis.
Maka, kelembutan getaran jantung bisa dijadikan tolok ukur bagi optimal tidaknya kerja sistem limbik di dalam otak. Sekaligus, menunjukkan keseimbangan kondisi kejiwaan seseorang. Disinilah terjadi sinkronisasi antara fungsi badan dan fungsi jiwa. Badannya sehat, jiwanya tenteram. Sebaliknya, jika tidak sinkron, akan memunculkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut sebagai psychosomatis. Yaitu, penyakit tubuh yang disebabkan oleh jiwa yang sakit.
Selain itu, kini juga berkembang ilmu yang disebut Psycho-neuro-imunology. Yaitu, ilmu yang menjelaskan eratnya hubungan antara fungsi jiwa, fungsi sarafi, dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ternyata orang-orang yang menata hidupnya secara religius menuju kepada nilai-nilai spiritual memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dan hidup lebih sehat sampai ajal datang menjemputnya.
6. Dalam ranah spiritual, jiwa digambarkan memiliki 'arsy atau tingkatan energi yang semakin halus untuk mencapai kualitas tertingginya. Dimulai dari 'arsy material berupa pengalaman fisikal sehari-hari, dilanjutkan ke 'arsy energial yang memunculkan pengalaman-pengalaman kejiwaan yang khas, sampai 'arsy ruhiyah yang memunculkan pengalaman spiritual tertinggi dalam hubungannya dengan Allah.
Pencapaian 'arsy yang lebih tinggi itu terjadi seiring dengan penghalusan sifat alias akhlaknya. Semakin tinggi akhlaknya, semaki tinggi pula perjalanan spiritualnya. Kenapa bisa demikan? Karena, sesungguhnya perjalanan spiritual adalah sebuah perjalanan menuju Sifat-Sifat Allah, yang telah diimbaskan dalam bentuk ruh ke dalam diri manusia.
Maka, semakin tinggi tingkat spiritual seorang hamba, akan terlihat dari semakin tingginya akhlak yang dijalaninya. Akhlak adalah emosi rasional yang sudah tertanam sebagai sifat dan kebiasaan. Itu pula yang ditunjukkan oleh para Nabi. Semakin tinggi akhlaknya, semakin tinggi tingkat spiritualnya, dan semakin dekat ia dengan Sang Maha Penyantun, Allah Azza wajalla...
Akhlak mulia adalah sifat-sifat ilahiah yang merembes ke dalam jiwa seorang manusia bersumber dari sifat-sifat Allah di dalam ruhnya. Resonansi itu terjadi disebabkan adanya sinkronisasi getaran antara badan, jiwa dan ruh. Semakin sinkron semakin harmonilah frekuensinya, dan secara energial tergambar di poros jantung-otak yang semakin lembut.
7. Maka, secara sederhana, proses pencapaian tingkat spiritual yang tinggi bisa dilakukan dengan cara menata akhlak. Melatih kejujuran, melatih kesabaran, melatih keikhlasan, melatih ketaatan, melatih sifat pengorbanan, dan melatih sifat berserah diri hanya kepada Allah. Jika ini sukses, maka dengan sendirinya, Arsy jiwa kita akan naik tingkat mendekati sifat-sifat ilahiah yang ada di dalam ruh kita sendiri.Apa yang kita lakukan sehari-hari adalah cerminan dari sifat-sifat ilahiah tersebut...!
Bagaimana prakteknya? Cobalah mulai melakukan dengan melatih kejujuran. Inilah akhlak dasar yang dipersyaratkan oleh Rasulullah kepada seseorang yang ingin menjalankan agama Islam secara substansial. Cobalah menjadi orang dengan kepribadian terbuka. Baik terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan terhadap Allah. Cobalah berkata tanpa kepura-puraan.
Apa yang ada di mulut, sinkronkan dengan yang ada di hati (pikiran dan perasaan), sinkron dengan perbuatan sehari-hari. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak sama dengan yang ada di hati. Lebih-lebih, jangan berbuat sesuatu yang berbeda dengan bisikan hati. Jika Anda bisa melakukan ini selama setahun saja, insya Allah Anda sudah akan naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah itu, cobalah untuk mengendalikan amarah. Menjadi orang yang sulit marah, tapi gampang memaafkan. Karena, ini menjadi tanda-tanda orang yang bertakwa, QS. 3: 133-135. Bukan menahan amarah, melainkan mengendalikan amarah. Seseorang bisa mengendalikan amarah, hanya jika ia mampu menata sistem limbiknya menjadi bersifat emosi yang rasional. Jika tidak, maka yang ada hanyalah menahan amarah, sehingga bakal meledak di waktu yang lain saja.
Jika Anda mampu menajalaninya setahun saja, maka Anda bisa melanjutkan dengan melatih sifat ikhlas. Yaitu, berkorban sebanyak-banyaknya untuk kepentingan orang lain. Merendahkan ego, meninggikan kemaslahatan bersama.
Berikutnya, jika sudah semakin ikhlas, Anda bisa melatih sifat sabar. Yakni, tidak tergesa-gesa dalam mencapai suatu tujuan, serta tahan menghadapi ujian. Yang ini, juga cukup setahun saja secara terus menerus alias istiqomah. Dan setelah itu yang terakhir adalah latihan untuk taat kepada Allah.
Bukan ketaatan yang ditaat-taatkan, melainkan ketaatan yang penuh kejujuran, keikhlasan dalam pengorbanan, dan kesabaran dalam menjalankan segala perintah Allah. Jika Anda bisa melakukan ini sinkron antara bisikan ruh, jiwa, dan perbuatan, maka insya Allah, Anda sudah berada di level tertinggi di dalam Islam, yaitu: berserah diri hanya kepada Allah semata. Anda telah menjadi muslim yang paripurna. Dan bakal menjadi kesayangan Allah, sebagaimana Nabi ibrahim sang khalilullah..!
QS. An Nisaa (4): 125
Dan siapakah orang yang paling baik agamanya daripada orang yang ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab
~ salam ~
Oleh: Agus Mustofa
Dalam kesempatan ini saya ingin merangkum pembahasan yang sudah kita lakukan, sambil memberikan poin pentingnya dalam perjalanan spiritual seorang muslim.
1. Bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang luar biasa, sehingga disebut sebagai ciptaan terbaik alias ahsanu taqwim. Selain itu, dalam berbagai ayat Qur'an kita juga bisa menemui firman-firman Allah yang mengangkat manusia dalam derajat sedemikian tingginya. Sehingga, malaikat dan iblis pun diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Meskipun, kemudian Iblis menolak, dan hanya malaikat yang bersujud.
2. Manusia diciptakan mengikuti fitrah Allah, QS. 30: 30, dibentuk dengan badan & jiwa yang ditiupi ruh ilahiah, sehingga menjadi hidup. Badan manusia adalah benda mati yang tersusun dari zat-zat biokimiawi, dengan struktur dan desain luar biasa canggih. Yang, sampai sekarang masih menyisakan misteri dahsyat bagi ilmu pengetahuan modern. Bahkan, saya yakin, sampai berakhirnya dunia sekalipun.
Jiwa manusia adalah badan halus yang berada di balik badan fisik. Ia tersusun dari energi, yang dalam ilmu kedokteran jiwa disebut sebagai bioplasma. Badan energi kita itu memiliki bentuk seperti badan materi yang meliputinya. Ia punya tangan energial, punya kaki energial, punya kepala energial, otak energial, mata, telinga, hidung, dan seluruh organ energial. Karena itu, jika organ materialnya mengalami kerusakan, jiwanya juga akan mengalami gangguan energial. Terutama, adalah jika otak materialnya mengalami kerusakan, maka otak energialnya pun terganggu. Dalam ilmu kedokteran disebut sebagai mengalami penyakit jiwa.
Selain badan dan jiwa, manusia memiliki ruh. Yakni, daya hidup yang berasal dari Sang Pencipta. Inilah sifat-sifat Tuhan yang diresonansikan kepada badan dan jiwa saat penciptaan di dalam rahim seorang ibu. Karena ditiupi sebagian ruh Allah, maka badan dan jiwa yang tadinya mati menjadi hidup. Teresonansi oleh Sifat Maha Hidup Allah. Selain itu, badan dan jiwa itu menjadi memiliki kehendak, karena teresonansi oleh sifat Allah yang Maha Berkehendak. Juga menjadi terimbas sifat-sifat lainnya seperti mendengar, melihat, berkata-kata, berkreasi, berbuat, dan lain sebagainya, yang merupakan sifat-sifat Allah.
3. Jiwa menempati posisi sentral dalam kehidupan seorang manusia. Dialah yang bertanggungjawab atas segala perbuatan manusia. Dia juga yang bisa merasakan suka, duka, sedih, bahagia, marah, kecewa, dendam, benci, cinta, ikhlas, sabar, ingkar dan berserah diri. Bukan badan, dan bukan ruh. Sebab, badan hanya alat saja bagi jiwa. Sedangkan ruh hanya daya hidup yang ditularkan Allah kepada manusia.
Maka, berpuluh ayat di dalam al Qur'an menganjurkan kita untuk meningkatkan kualitas jiwa. Kutubnya ada dua, yaitu badan dan ruh. Jiwa bakal menuju kualitas terendahnya ketika terseret kepada hal-hal yang bersifat materialistik badaniyah semata, sehingga lupa kepada nilai-nilai ketuhanan yang ada di dalam ruhnya. Kehidupannya hanya mengurusi kebutuhan dan kesenangan badaniyah belaka. Tiap hari yang dipikirkan cuma makan, minum, pakaian, harta benda, jabatan, seksualitas, popularitas, dan sebagainya yang bertumpu pada kepentingan ego semata. Orang yang demikian bakal terjebak pada keserakahan yang melalaikannya terhadap tujuan dan misi hidup yang lebih penting sebagai makhluk mulia.
Sebaliknya, ia akan mencapai derajat tertinggi jika memanfaatkan seluruh potensinya untuk melakukan hal-hal yang menuju nilai-nilai ruhiyah. Nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan oleh agama. Yakni, yang terangkum dalam mekanisme hablum minallah dan hablum minannas untuk menuju visi tatanan hidup yang rahmatan lil alamin, bermanfaat buat seluruh makhluk Allah.
4. Di dalam al Qur'an, manusia diajari untuk meningkatkan kualitas jiwanya seiring dengan akal kecerdasan. Dimana ini sangat terkait dengan fungsi otak manusia beserta segala mekanismenya. Meningkatkan kemampuan otak, sama saja dengan meningkatkan kualitas jiwa. Karena itu, umat Islam harus melatih fungsi otaknya untuk mencapai jiwa berkualitas tinggi.
Mekanisme otak itu melibatkan dua fungsi dasar yang membentuk akal, yakni kecerdasan intelektual yang bekerja secara ilmiah lewat rasio, logika dan analisa, serta kecerdasan emosional yang bekerja pada sistem limbik dengan memanfaatkan Hipocampus sebagai memori rasional dan Amygdala sebagai memori emosional. Seorang manusia harus melatih diri agar fungsi Hipocampus dan Amygdalanya bekerja secara seimbang, sehingga menghasilkan emosi yang rasional atau rasio yang emosional. Sebab, di sistem limbik inilah terjadinya pertarungan antara kecerdasan rasional dan emosional. Dan seringkali rasionalitas kalah oleh emosi yang cenderung tanpa perhitungan.
5. Mekanisme sistem limbik tecermin pada getaran jantung. Jika sistem limbik sedang dalam kondisi emosi yang tidak rasional, maka jantung akan bergetar tidak stabil, sehingga mengalami disharmoni dengan frekuensi otak. Ini menyebabkan ketidakseimbangan di seluruh tubuh. Baik yang bekerja secara sarafi maupun hormonal. Sebaliknya, jika sistem limbik sedang dalam keadaan emosi yang rasional, maka jantung akan bergetar lembut dan menghasilkan frekuensi yang sinkron dengan otak. Saat itu, seluruh tubuh akan ikut harmonis.
Maka, kelembutan getaran jantung bisa dijadikan tolok ukur bagi optimal tidaknya kerja sistem limbik di dalam otak. Sekaligus, menunjukkan keseimbangan kondisi kejiwaan seseorang. Disinilah terjadi sinkronisasi antara fungsi badan dan fungsi jiwa. Badannya sehat, jiwanya tenteram. Sebaliknya, jika tidak sinkron, akan memunculkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut sebagai psychosomatis. Yaitu, penyakit tubuh yang disebabkan oleh jiwa yang sakit.
Selain itu, kini juga berkembang ilmu yang disebut Psycho-neuro-imunology. Yaitu, ilmu yang menjelaskan eratnya hubungan antara fungsi jiwa, fungsi sarafi, dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ternyata orang-orang yang menata hidupnya secara religius menuju kepada nilai-nilai spiritual memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dan hidup lebih sehat sampai ajal datang menjemputnya.
6. Dalam ranah spiritual, jiwa digambarkan memiliki 'arsy atau tingkatan energi yang semakin halus untuk mencapai kualitas tertingginya. Dimulai dari 'arsy material berupa pengalaman fisikal sehari-hari, dilanjutkan ke 'arsy energial yang memunculkan pengalaman-pengalaman kejiwaan yang khas, sampai 'arsy ruhiyah yang memunculkan pengalaman spiritual tertinggi dalam hubungannya dengan Allah.
Pencapaian 'arsy yang lebih tinggi itu terjadi seiring dengan penghalusan sifat alias akhlaknya. Semakin tinggi akhlaknya, semaki tinggi pula perjalanan spiritualnya. Kenapa bisa demikan? Karena, sesungguhnya perjalanan spiritual adalah sebuah perjalanan menuju Sifat-Sifat Allah, yang telah diimbaskan dalam bentuk ruh ke dalam diri manusia.
Maka, semakin tinggi tingkat spiritual seorang hamba, akan terlihat dari semakin tingginya akhlak yang dijalaninya. Akhlak adalah emosi rasional yang sudah tertanam sebagai sifat dan kebiasaan. Itu pula yang ditunjukkan oleh para Nabi. Semakin tinggi akhlaknya, semakin tinggi tingkat spiritualnya, dan semakin dekat ia dengan Sang Maha Penyantun, Allah Azza wajalla...
Akhlak mulia adalah sifat-sifat ilahiah yang merembes ke dalam jiwa seorang manusia bersumber dari sifat-sifat Allah di dalam ruhnya. Resonansi itu terjadi disebabkan adanya sinkronisasi getaran antara badan, jiwa dan ruh. Semakin sinkron semakin harmonilah frekuensinya, dan secara energial tergambar di poros jantung-otak yang semakin lembut.
7. Maka, secara sederhana, proses pencapaian tingkat spiritual yang tinggi bisa dilakukan dengan cara menata akhlak. Melatih kejujuran, melatih kesabaran, melatih keikhlasan, melatih ketaatan, melatih sifat pengorbanan, dan melatih sifat berserah diri hanya kepada Allah. Jika ini sukses, maka dengan sendirinya, Arsy jiwa kita akan naik tingkat mendekati sifat-sifat ilahiah yang ada di dalam ruh kita sendiri.Apa yang kita lakukan sehari-hari adalah cerminan dari sifat-sifat ilahiah tersebut...!
Bagaimana prakteknya? Cobalah mulai melakukan dengan melatih kejujuran. Inilah akhlak dasar yang dipersyaratkan oleh Rasulullah kepada seseorang yang ingin menjalankan agama Islam secara substansial. Cobalah menjadi orang dengan kepribadian terbuka. Baik terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan terhadap Allah. Cobalah berkata tanpa kepura-puraan.
Apa yang ada di mulut, sinkronkan dengan yang ada di hati (pikiran dan perasaan), sinkron dengan perbuatan sehari-hari. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak sama dengan yang ada di hati. Lebih-lebih, jangan berbuat sesuatu yang berbeda dengan bisikan hati. Jika Anda bisa melakukan ini selama setahun saja, insya Allah Anda sudah akan naik kelas ke tingkat yang lebih tinggi.
Setelah itu, cobalah untuk mengendalikan amarah. Menjadi orang yang sulit marah, tapi gampang memaafkan. Karena, ini menjadi tanda-tanda orang yang bertakwa, QS. 3: 133-135. Bukan menahan amarah, melainkan mengendalikan amarah. Seseorang bisa mengendalikan amarah, hanya jika ia mampu menata sistem limbiknya menjadi bersifat emosi yang rasional. Jika tidak, maka yang ada hanyalah menahan amarah, sehingga bakal meledak di waktu yang lain saja.
Jika Anda mampu menajalaninya setahun saja, maka Anda bisa melanjutkan dengan melatih sifat ikhlas. Yaitu, berkorban sebanyak-banyaknya untuk kepentingan orang lain. Merendahkan ego, meninggikan kemaslahatan bersama.
Berikutnya, jika sudah semakin ikhlas, Anda bisa melatih sifat sabar. Yakni, tidak tergesa-gesa dalam mencapai suatu tujuan, serta tahan menghadapi ujian. Yang ini, juga cukup setahun saja secara terus menerus alias istiqomah. Dan setelah itu yang terakhir adalah latihan untuk taat kepada Allah.
Bukan ketaatan yang ditaat-taatkan, melainkan ketaatan yang penuh kejujuran, keikhlasan dalam pengorbanan, dan kesabaran dalam menjalankan segala perintah Allah. Jika Anda bisa melakukan ini sinkron antara bisikan ruh, jiwa, dan perbuatan, maka insya Allah, Anda sudah berada di level tertinggi di dalam Islam, yaitu: berserah diri hanya kepada Allah semata. Anda telah menjadi muslim yang paripurna. Dan bakal menjadi kesayangan Allah, sebagaimana Nabi ibrahim sang khalilullah..!
QS. An Nisaa (4): 125
Dan siapakah orang yang paling baik agamanya daripada orang yang ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab
~ salam ~
Oleh: Agus Mustofa
PELAJARAN SELANJUTNYA KLIK..
Meresonansi Jiwa Dengan Sifat Ilahiah
Reviewed by Edi Sugianto
on
15.19
Rating:
Tidak ada komentar: